Pages

Dec 19, 2011

Amanah Dakwah: Beban VS Bekal

By: Nurhasanah Sidabalok
Staf  Dept. RPK UKMI Ar- Rahman UNIMED 2011- 2012

“Bapak kamu tukang cat ya?”
“Kok tau?”
“Karena kamu telah membuat hatiku lebih berwarna”
Cuit… cuit…

Demikian rayuan gombal yang sedang marak kita dengarkan di kalanga kaum muda saat ini. Tidak ada yang salah. Hanya ingin mendapatkan sebuah senyuman dari seorang sahabat. Senyum yang seolah sudah sangat sulit untuk ditemukan di saat seperti ini. Senyum yang sudah direbut sang agenda- agenda dan dibawa pergi jauh. Senyum yang seakan- akan bukan saatnya lagi dimunculkan di tengah- tengah amanah dakwah yang dibawa. Hingga tak jarang tanpa disadari banyak orang- orang terdekat mulai menjauh satu persatu.


Dakwah kampus butuh pengorbanan. Ia sifatnya dinamis, hingga selalu ada tuntutan- tututan baru untuk para kader dakwah. Bukan hal yang aneh jika seseorang yang sejak bergabung di dakwah kampus, banyak yang merasa ditinggal. Artinya, waktu yang kita miliki akan semakin terbagi hingga masing- masing bagian harus rela memberikan sebagain porsinya untuk dakwah ini. Yang menjadi aneh adalah ketika seseorang tidak merasakan perubahan itu hingga ia jauh melangkah dalam agenda dakwahnya. Jadi satu pemahaman yang harus kita samakan adalah bahwa berhubungan dengan dakwah kampus akan membuat warna dan perjalanan hidup kita akan berbeda dari yang lain. Terlepas perbedaannnya itu seperti apa, itu disesuaiakan dengan posisi kita sebagai apa pada awalnya dan masa sekarang. 

Berangkat dari pemahaman tersebut, tentu bukan suatu alasan untuk kemudian menyalahkan dakwah ini atas berbagai perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Tersitanya banyak waktu, terkurasnya pikiran, adalah lumrah. Selanjutnya, apakah kita akan membiarkan semua amanah ini merenggut masa muda kita??? (ckckck). Relakah kita jika kebahagiaan yang selama ini kita rasakan dibawa pergi olehnya? Padatnya agenda bukan selanjutnya membolehkan kita untuk mengurangi tegur sapa, senyum kepada saudara kita serta menayakan kabar mereka. Bukan demikian yang diharapkan. Sungguh dakwah ini terlalu suci untuk kita cemari dengan pemahaman yang sangat berseberangan. Tidak layak. Sungguh kerdil  diri kita jika demikian cara kita menjalankan dakwah ini. So, how? Bagaimana langkah yang harus kita ambil hingga dakwah ini tidak serta merta merenggut masa muda kita yang katanya untuk bersenang- senang? Hingga kita juga mampu merasakan apa yang orang lain rasakan di luar sana? 

Sebagai seorang aktivis dakwah kampus yang cerdas dan soleh, tentunya kita harus mampu untuk menentukan sikap dan mengambil langkah yang tepat. Jika dihadapkan pada situasi demikian dimana amanah terasa berat, bukan pilihan yang tepat untuk kemudian mengorbankan senyuaman kita yang selama ini berkilau. Yang perlu dilakukan adalah upaya mempersiapkan diri menerima amanah dan kemudian meningkatkan kemampuan dalam menjalankan amanah. Bentuk konkritnya dapat diperhatikan sebagai berikut.

Pertama, memahami konsep dakwah seutuhnya. Saat kita paham akan hakikat dakwah sebenarnya, maka proses ini tidak kemudian menciutkan langkahnya. Perubahan- perubahan yang kita alami dalam hidup sejak bergabung di dakwah ini akan dipandang sebagai hal yang wajar. Saat paham bahwa dakwah itu tidak ditaburi oleh bunga- bunga melainkan penuh onak duri dan rintangan, kita akan menanggapinya sebagaimana seorang kader seharusnya bersikap. Hingga amanah dakwah tidak dianggap menjadi beban yang berat dan tak berarti, namun dipandang sebagai lading amal dan investasi. 

Untuk itu, sering- seringlah mengikuti kajian- kajian keislaman seperti tasqif, keputrian, atau bentuk forum lainnya. Satu hal yang sangat disayangkan adalah banyaknya kader (pengurus, red) yang merasa dirinya tidak perlu lagi untuk mengikuti suplemen- suplemen untuk anggota baru, dengan alasan sudah pernah atau ada hal lain yag sengaja dijadikan alasan untuk tidak mengikutinya. Perlu kita pahamai bersama bahwa, materi yang sama jika disampaikan oleh orang berbeda pada waktu dan tempat yag berbeda hasilnya akan berbeda. Untuk itu perlu kembali kita bangun rasa ingin tahu dan rendah hati untuk duduk belajar bersama dengan mereka yang bukan pengurus. Jadilah pembelajar sejati!

Kedua, berbagi dengan kader lain. Sekilas mungkin akrab, namun ternyata jauh. Tegur sapa, salam, ternyata belum cukup menjadi bukti nyata kedekatan kita. Serng- seringlah berdiskusi! Satu permasalahan klasik yang masih juga ditemukan di lapangan bahwa ada beberapa kader yang merasa enggan untuk bertanya atau sekadar berbagi kabar dengan yang lain. Sebut saja misalnya dengan kakak/ abangnya. Apakah itu mungkin tak sempat, tak pantas, atau mungkin tak tau apa yang ingin ditanyakan atau dibagikan. 

Budaya berdiskusi hendaknya lebih digalakkan sebagai cirri khas dari para aktivis dakwah kampus. Tidak dipungkiri, efek yang dihasilkan dari budaya ini sangat luar biasa tertama dalam pengokohan eksistensi. Hal ini dapat menjadi keuatan bagi diri kita untuk saatnya menanmkan satu statement: saya tidak sendiri. Kita pribadi juga akan paham bahwa amanah yang kita miliki ternyata belum seberapa dibandingkan amanah saudara yang lain. Sehingga buka suatau alasan untuk kita menemui saudara kita dengan kerutan di wajah disertai goresan- goresan amanah di dahi.

Ketiga, mendekatkan diri kepada- Nya. Saat amanah diberikan pada kita, satu hal yang harus segera dipahamai dan dimaknai adalah, amanah ini datangnya dari Allah, bukan dari Koord. Dept. Kaderisasi, Ketua Umum, atau murabbi dan sebagainya. Jika ini sudah terpatri jelas dalam hati kita, maka ia akan mengantarkan kita pada suatu upaya untuk melayakkan diri menerima amanah tersebut di hadapan- Nya. Selanjutnya, ia akan menjadikan diri kita sosok yang produktif, bukan malah di kemudian hari berkata,”Nah kan, siapa suruh ana diberikan amanah ini. Sudah ana bilang gak sanggup tetap saja dipaksa.”

Bertaqarrub kepada Allah akan membantu kita dalam menjalankan amanah ini. Seberapapun maksimalnya usaha kita jika tidak dibarengi  dengan rasa harap dan butuh akan bantuan- Nya, akan sult bagi kita untuk mencapai target- targetnya.

Akhirnya, dakwah adalah satu kebutuhan bagi kita untuk memperbanyak bekal di hari akhir nanti. Amanah dakwah tidak layak untuk dianggap sebagai beban. Ia akan menjadikan kita lebih dewasa. Lebih mampu mengambil langkah, lebih bijaksana. Amanah ini hanya akan bisa dijalankan dengan baik jika kita memiliki ilmu, jika kita paham hakikat dakwah, jka kita dekat dengan Sang Pemberi amanah. Amanah ini tidak harus dibawakan dengan raut wajah tegang dan penuh goresan agenda. Pemahaman ini akan mengantarkan kita pada hari- hari yang indah dalam menjalankan amanah, tanpa harus merusak kebahagiaan orang lain. Semoga bermanfaat. (20/12san)

No comments:

Post a Comment