Pages

Jul 31, 2012

Ramadhan Ala ADK (Aktivis Dakwah Kampus)




Semua bergembira menyambut kedatangan bulan mulia. Tua- muda, miskin- kaya, berkeluarga- single, orang desa- orang kota, kulit hitam- kulit putih, dan semua dengan karakter yang berbeda yang dimiliki menghadirkan sejuta senyum untuk sebuah tamu agung. Berbagai persiapan dilakukan untuk mendapatkan semua bonus yang menggiurkan di event tahunan terbesar ini. Tak terkecuali ADK (Aktivis Dakwah Kampus). Bagaimana para ADK menyambut dan menjalani Ramadhan, secara mereka dikenal dengan seabrek kegiatannya?

Ramadhan tahun ini bersamaan dengan pendaftaran ulang mahasiswa baru dan segala tetek- bengek yang berkaiatan dengan mahasiswa baru, regular maupun ekstensi. Seperti tahun- tahun sebelumnya, ADK telah merancang berbagai program kegiatan khususnya kepada mahasiswa baru. Mulai dari pelayanan daftar ulang melalui proses yang tidak sebentar, sosialisasi KRS, hingga ke acara PAMB yang diusung oleh pemerintahan mahasiswa bekerjasama dengan UKM. Tidak hanya itu, mengingat penerimaan mahasiswa baru bersamaan dengan Ramadhan, maka momen ini tidak bisa dilewatkan begitu saja. Kajian Ramadhan dan temu ramah yang bersifat kekeluargaan tampaknya menjadi santapan segar bagi mahasiswa baru yang sebagian besar berasal dari luar daerah.

Tidak bisa dielakkan. Tersitanya waktu dan pikiran untuk mengurus kegiatan- kegiatan itu menjadi resiko  bagi seorang ADK. Ramadhan tidak lagi bersama dengan keluarga mengingat banyaknya agenda yang harus dipikirkan dan disyuro’kan bersama yang lain. Ramadhan yang mestinya adalah saat- saat memuncaknya semangat ibadah serta teralokasikan waktu untuk memperbanyak tilawah, hafalan, serta amalan sunnah lainnya, namun ADK punya tanggung- jawab lain. Hingga di sana sini terjadi ketimpangan. Target tilawah tak lagi tercapai, shalat sunnah tidak ada yang meningkat dari bulan biasa, shalat tarawih dengan setengah mata terpejam, bibir yang kering dari dzikir, serta keadaan memperihatinkan lainnya. 

Beginikah seorang ADK memperlakukan Ramadhan? Kita akhirnya tersadar. Bukan. Bukan begini. Lalu kita ingin salahkan agenda- agenda ini? Tidak. Tidak seharusnya begitu. Lalu, siapa yang bertanggungjawab atas ketidakmaksimalan ibadah ADK di bulan Ramadhan?

Hadirkan ADK Berdisiplin
ADK sudah tertarbiyah. Itu yang sama- sama telah kita pahami. Mengenai jangaka waktunya, tidak perlu kita permasalahkan. Siapa yang mentarbiyah (murabbi) dia, bukan menjadi urusan kita. Bagaimana keaktifan tarbiyah dia, ini juga tidak perlu kita bahas di sini.

Tidak berlebihan, ADK sepatutnya mampu memahami Ramadhan lebih dari mereka yang tidak tertarbiyah. Keseharian ADK yang bergumul dengan agenda seyogyanya menjadi nilai plus bagi mereka ketika dipertemukan dengan Ramadhan. Kondisi ADK yang telah dipaparkan diatas menjadi satu hal yang patut kita soroti bersama untuk menghadirkan ADK yang agenda dakwahnya berjalan lancar serta ruhiyahnya juga meningkat kualitasnya.

Jauh- jauh hari tarbiyah telah mengajarkan kita tentang disiplin. Bahkan dalam kehidupan sehari- hari, shalat yang kita dirikan sudah membantu kita untuk menjadi pribadi yang disiplin. Agenda dakwah terus beruntun seolah- olah enggan melihat kita nyantai barang sebentar. Semuanya ingin diperhatikan ketika orang yang diharapkan untuk memberikan perhatian ternyata tidak seberapa. Maka terjadilah atraksi sikut sana- sikut sini, pegang ini- pegang itu. Lantas atas kondisi ini, relakah jika ibadah kita yang terkorbankan? Tentu saja tidak.

Untuk itu, perlu ada perhatian khusus berkaitan dengan kondisi yang menimpa ADK ini. Persiapan individu adalah senjata yang paling ampuh. ADK hendaknya mampu menunjukkan efek dari kedisiplinan shalat wajibnya dalam menjalankan berbagai agenda dakwah. Perlu adanya manajeman yang baik untuk mengatur semua agenda yang tidak sedikit dengan berbagai targetan amalan di bulan Ramadhan. Keseriusan dari ADK untuk tidak menzhalimi siapapun dan apapun atas ketidakdisiplinannya. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri menghandle  semua itu adalah kekuatan terbesar. 


Ramadhan ala ADK bukan hanya hadirnya dalam setiap pelayanan mahasiswa baru, namun juga hinggapnya rasa cinta pada saudaranya seiman.
Ramadhan ala ADK bukan hanya diisi dengan syuro’ membahas program kerja, namun juga diiringi dengan peningkatan jumlah tilawah.
Malam Ramadhan ala ADK tidak hanya disibukkan dengan konsepan acara yang akan diadakan dalam openhouse,  namun juga kekhusyukan berkhalwat dengan Rabbnya.
Siang Ramadhan ala ADK bukan hanya membicarakan targetan rekrutmen periode ini, namun juga upaya penggalangan dana untuk saudaranya yang ditimpa musibah (Padang dan Rohingnya semoga dilindungi Allah).
Ramadhan ala ADK bebas dari menggunjing.
Ramadhan ala ADK saatnya menjalin ukhuwah yang indah.
Ramadhan ala ADK tularkan semangat ibadah pada saudaranya.
Ramadhan ala ADK, BEDA!
 Kepada pengurus UKMI Ar- Rahman UNIMED: “Selaraskan dakwah dan tilawah”!

*Mahasiswa B. Inggris UNIMED, Pengurus UKMI Ar- Rahman 


Jul 6, 2012

Lalu Aku, Siapa yang Perhatikan???


Oleh: Nurhasanah Sidabalok

Staff Dept. RPK UKMI Ar- Rahman UNIMED 2012/ 2013

Roda arus kepemimpinan terus berputar, berirama. Roda ini pula yang entah sengaja atau tidak mengantarkanku pada terminal sepi ini. Menanti. Aku dan beberapa penumpang lainnya celingak- celinguk, bus mana yang akan mengangkut kami? Siapa yang akan menyetir perjalanan kami? Kemana kami akan dibawa pergi? Dengan tertatih dan mencoba memberanikan diri, kami susuri jalan. Bus tumpangan tak kunjung datang. Takut- takut kami melangkah, takut salah. Hingga kami sampai ke satu tempat, masih linglung. Benarkah jalan yang kami ambil tadi? Inikah memang tempat tujuan kami? Tak satupun yang bisa menjawab,’ ya mungkin’, ‘eh tapi sepertinya bukan’. Tidak ada kepastian. Hingga kami putuskan untuk tetap berjalan, berharap ada cahaya di sana. Tak jarang kami terpeleset, terjerembab, dan sering pula kami terperangkap dalam satu jebakan yang indah luarnya. Tapi kami seolah tidak punya pilihan lain. Terus berjalan sambil menyemangati diri berucap lirih, Harapan Itu Masih Ada.

Sekelumit kisah tadi menggambarkan kondisiku hari ini. Aku serasa berada diantara orang yang linglung, kepayahan.
Ingin rasanya aku kembali ke masa lalu. Saat dimana aku mendapat perhatian penuh. Hingga tidak jarang aku yang sedikit nakal menghindar dari tatapan sayang, rangkulan manja. Kini aku tidak berani menanti. Bayangkan, menanti pun aku tak berani lagi. Menanti hal seperti itu bakal hadir kembali dalam perjalanan dakwah ini rasanya hanya satu kemustahilan. Aku berjalan bersama satu dua orang dengan amanah di pundak. Berat. Untuk sedikit tertawa saja rasanya tidak ada waktu yang tepat. Saat ingin bersenang- senang sebuah pesan singkat dan tidak jarang panggilan telepon mengusikku. Bolehkah aku istirahat sebentar?
 Aku harus memperhatikan adik- adik, membimbing, dan parahnya aku harus bisa menjadi teladan. Apa yang harus kuturunkan pada mereka, haaah?
Jika ditanya aku tidak jauh lebih pintar dari mereka. Aku pun merasa tidak dibelajarkan penuh dahulunya, dan sekarang ingin mengajarkan? Bagaimana? Haah, aku pun yakin adik- adik mengatahui kelemahan dan keterbatasanku ini. Bisa jadi bertanya padaku hanyalah ingin menjaga perasaanku sebagai senior untuk menanyakan sedikit pendapat, tidak lebih.

Aku menjalani profesiku ini dengan tertekan, ada yang peduli? Tugas kuliah sudah tidak terkondisikan, teman- teman sekelas mulai tidak paham dengan alur pikiranku yang bercabang- cabang, hak mata dan tubuh mulai tak terpenuhi, dan aku nyaris tidak mengenali diriku sendiri. Haruskah aku bertahan dengan topeng ini? Atas semua kejadian ini, ada yang bertanggung- jawab?
Yang lain butuh perhatianku, lalu aku? Siapa yang perhatikan?
Baik, salahkan aku yang tidak belajar maksimal kala itu, tapi hanya salahku? 

Dimana qiyadah- qiyadah yang memberiku amanah ini?  Ya, walau katanya amanah ini dari Allah namun kan mereka harus bertanggung- jawab. Aku tidak merasakan pembelajaran dari mereka. Mereka pikir aku paham menjalankan ini semua? Hei, aku tidak secerdas yang kalian bayangakan. Aku dengan senyum yang sering kuuntai hanya mencoba menghibur diri sendiri, tidak lebih. Beban ini berat, aku tidak sanggup. Dan aku pun tidak pernah digembleng tuk diarahkan menerima amanah ini. Lalu aku bergerak hari ini dengan bahan bakar yang pas- pasan, salah siapa?
Mereka katanya punya urusan yang lebih besar dari sekadar mengurusiku. Ya, kalian punya banyak amanah. Namun, beginikah seorang kakak/ abang memperlakukan adiknya?

Kalian tahu, aku seringkali takut melangkah. Masih sering aku bertanya, memang beginikah yang ada dalam sistem? Atau apakah aku sudah merusak sistem yang ada? Saat aku tanyakan pada kalian, yang kuterima hanya anggukan dan jawaban singkat. Tidak adakah segelas air yang bisa kalian bagi untukku yang haus? Haus sekali, dan lapar. Ataukah kalian juga belum paham sistem dalam dakwah ini?
Namun saat kutanyakan pada qiyadah yang lain, aku tidak diizinkan berbuat. Ada banyak sekali peraturan- peraturan yang diberikan hingga aku semakin enggan untuk melangkah, apalagi berlari. Hingga aku berjalan di tempat menunggu bola datang. Pasrah.

Dimana pula murabbiku? Mereka bilang murabbi adalah guru, sahabat, abang/ kakak, dan bisa jadi seperti orangtua. Aku tidak yakin bahwa kalian sudah merasakan hal itu. Bisa jadi itu hanya pemanis di bibir saja agar aku terus bertahan di sini. Mereka bilang murabbi tempat curhat, apa? Aku tidak punya kesempatan untuk sedikit bercerita. Semua kami seolah diburu padatnya agenda sebelum dan sesudah halaqah. Ya, aku dan teman- teman sering terlambat kuakui. Tapi setelah itu? Berjalan datar. Tidak ada yang special. Murabbi pun tampaknya sangat sibuk. Kembali, aku harus menelan ludah. Pahit. Kuurungkan niat untuk sedikit berbagi cerita, tentang ibu yang sakit. Tidak ada khobar. Seolah halaqah hanya agenda rutin yang tak bermakna. Aku harus mengalah, ya murabbiku sibuk menyelesaikan tugas akhirnya. SKRIPSI.

Dimana teman- teman yang dahulu berikrar setia dalam suka dan duka? Mereka sibuk dengan urusan masing- masing dan aku tertinggal jauh di belakang untuk urusan yang itu. Lagi- lagi, aku mengalah. Pertanyaan- pertanyaan kabar yang kuterima lewat HP seolah tidak punya ruh. Aku pun tidak berniat untuk membalas. Hingga taujih- taujih yang menghiasi inbox tak mampu mengusir kekesalanku. Aku ingin kalian ada di sampingku, hanya itu. Tidak pahamkah kalian perasaan ini? Aku ingin kita sama- sama membuat keputusan- keputusan ini. Tidakkah kalian tahu bagaimana keterbatasan pemikiranku? Aku tak secerdas kalian. Banyak keputusan yang salah yang kuperbuat. Inginkah kalian aku terjatuh ke jurang ini terus? Aku melihat kalian sangat kritis, lha aku? Tuk hal kecil saja aku butuh banyak jam untuk memberi satu tanggapan.
Lalu, siapa yang perhatikan aku?


Sejenak aku terdiam. Menangis. Aku bahkan lupa kapan terakhir tilawah 1 juz ku perhari dan kapan terakhir kali aku jalan berdua bersama ayah.

Akhi wa ukhti fillah, kondisi ini bisa jadi akan kita rasakan juga. Saat ia mulai mendekat, yuk sama- sama periksa kondisi ibadah kita. Dari apa yang dipaparkan di atas, ternyata di ending kisahnya, sang ‘ aku’ sadar bahwa dia sudah jauh dari kebiasaan- kebiasaan baiknya. Amalan yang semakin berkurang dan silaturahmi yang tidak lagi kencang. Allah lah tempat kita mencurahkan segala isi hati. Get closer to Allah, yuk mari!

Spesial, kepada adik- adik pengurus UKMI Ar- Rahman Periode 2012- 2013.....
Beezzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Yuk, berbuat lebih tanpa menuntut lebih. 
You, CAN!


Jul 2, 2012

Hukum Puasa Nisfu Sya'ban (Pertengahan Sya'ban)


Tidak terasa, kita sudah memasuki bulan Sya'ban dan sebentar lagi bulan yang dinanti- nanti akan segera tiba. Semoga kita diberi kesempatan untuk berbenah diri di bulan penuh ampunan, Ramadhan. Nah, bicara tentang Sya'ban rasa- rasanya ada beberapa hal yang perlu kita soroti. Ya, inbox pun dihiasi dengan ajakan meningkatkan ibadah. Seneng dong. Namun hati- hati, perlu kita selidiki juga. Benarkah yang ia dianjurkan oleh Rasulullah, seperti puasa nisfu Sya'ban? Huaaaa...Berikut kita bagikan sekelumit terkait puasa pertengahan bulan Sya'ban.

Allah yang telah menciptakan kita telah menganugerahkan banyak nikmat kepada kita, mulai dari tangan, yang dengannya kita dapat berbuat, kaki yang yang dengannya kita dapat berjalan, air yang dengannya kita dapat minum ditambah nikmat-nikmat lainnya yang dengan itu semua lengkap sudah kenikmatan-Nya . Allah juga membolehkan kita menikmati itu semua sesuai kenginan kita, yang tentunya harus sesuai ketentuannya atau menjauhi apa yang dilarang-Nya dengan artian kita boleh melakukan apapun dengan nikmat-nikmat tersebut tetapi tetap menjauhi apa yang sudah dilarang-Nya, Maka dari itu  para ulama mengambil kesimpulan dengan membuat kaidah : asal dari segala sesuatu adalah dibolehkan kecuali apa-apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya.

Lain halnya dengan ibadah mahdhah ataupun yang kita kenal dengan ritual-ritual ibadah yang sudah menjadi kewajiban kita untuk dilakukan. Semua harus dilakukan sesuai apa yang dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah, karena tidaklah Allah megutus Rasul-Nya kecuali agar kita mencontoh kepadanya, dan barang siapa yang taat kepada Rasulullah maka sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, sehingga barang siapa yang tidak taat kepada Rasulullah berarti ia tidak taat kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “Siapa yang taat kepada Rasul(muhammad) maka sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, dan barang siapa yang berpaling dari ketaatan pedanya, maka seungguhnya  kami tidak mengutus mu (Muhammad) untuk memeliara mereka” (An-nisa : 80). DR Sulaiman Al-Asyqar mengomentari ayat tersebut dengan berkata: “Ayat tersebut memberi penjelasan bahwa sesungguhnya ketaatan kepada rasul adalah ketaaran kepada Allah karena Rasul tidak menyruh kepada kita kecuali apa yang Allah perintahkan dan tidak melarang kecuali apa yang Allah larang”.

Maka dari itu, semua ibadah yang dilakukan sudah semestinya bercontoh kepada Rasulullah yang sudah tentu didahulukan dengan niat yang ikhlas, karena itulah syarat diterimanya ibadah kita, jika ikhlas tidak ada dalam ibadah kita, maka hanya kelelahan yang akan kita dapatkan, sesuai sabda Rasulullah: sesungguhnya segala amal itu sesuai dengan niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap masing-masing adalah apa yang diniatkannya, maka baraang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada karena keduniaan atau karena wanita yang akan dinikahinya maka sesungguhnya hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.. (Muttafaq ‘alaih, dari hadits Umar bin Khattab). Begitu juga dengan ibadah yang kita lakukan tidak sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah, maka hanya kelelahanlah yang kita dapatkan, Rasulullah bersabda: “barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada asalnya dari ku, maka ia akan tertolak” (HR Muslim). Kedua syarat diatas pun (ikhlas dan mencontoh kepada Rasulullah) ditegaskan di dalam al-Quran, Allah berfirman: “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan tuhannya, maka hendaklah dia  mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (Al Kahfi: 110). Ayat ini dengan jelas menjelaskan bahwa ibadah yang kita lakukan akan diterima jika memenuhi dua syarat, pertama: “mengerjakan kebajikan” dengan artian mengikut apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Kedua: “tidak mempersekutukan Allah dalam beribadah” dengan artian menjauhi riya. Allah pun menjelaskan akan bahayanya jika kita beribadah tidak sesuai dengan tuntunan yang telah Rasul-Nya ajarkan. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya inilah jalan Ku yang lurus maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepada-Mu agar kamu bertaqwa” (Al-An’am 153). Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan akan pentingnya beribadah ikhlas dan mencontoh kepada Rasulullah dalam beribadah.

Maka dari ini semua, para ulama mengambil kesimpulan dengak kaidah yang terkenal: “asal dari ibadah adalah diharamkan kecuali apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.
Yang menjadi perhatian dalam tulisan ini adalah masalah yang kedua, yaitu mencontoh kepada Rasulullah, karena sebagaimana yang sudah dijelaskan, jangan sampai kita berlelah-lelah beribadah tetapi akhirnya kita hanya mendapatkan kelelahan tersebut karena kita tidak mencontoh kepada Rasulullah.

Saat ini kita sudah memasuki bulan sya’ban yang mana bulan ini adalah bulan yang paling mendekati bulan suci Ramadhan yang mulia, sehingga tidak heran jika pada bulan  ini banyak umat islam yang memaksimalkan ibadah, karena disamping sebagai latihan menghadapi bulan ramadhan, juga hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah, kerena pada bulan ini Rasulullah memperbanyak ibadahnya.

Ada sebagian dari kita pada bulan ini melaksanakan ibadah puasa nishfu sya’ban dengan niat  mendekatkan diri kepada Allah juga melatih diri untuk menghadapi Ramadhan, bahkan ada sebagian dari kita yang khawatir ataupun menyesal jika tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut sehingga tidak heran,  tidak sedikit masjid-masjid disekitar kita melalui mikrofonnya mengingatkan kita agar tidak lupa menjalankan puasa nishfu sya’ban tersebut. Tapi bagaimana dengan hukum puasa tersebut, apakah puasa tersebut merupakan sunnah mu’akkad sehingga banyak umat islam yang khawatir jika terlewatkan, ataukan hanya sunnah, ataukan mungkin makruh atau haram karena ada beberapa hadits nabi yang melarang umat islam melakukannya?. Maka disini kita akan membahas beberapa hadits yang berkaitan dengan ibadah di bulan sya’ban..

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “jika telah memasuki pertengahan bulan Sya’ban maka jangankah kalian berpuasa”  (HR Nasa’I, tirmidzi, abu daud, ibnu majah, Ahmad) dishahihkan juga oleh ibnu hibban dan yang lainnya. Imam Ahmad mempermasalhkan keshahihan hadits ini karena ada Al-‘alaa ibn abdirrahman. Akan tetapi Al ‘ala ibn abdirrahman adalah dari rijal muslim. Menurut ibnu hajar dalam kitabnya taqriibu tahdzib beliau adalah shaduq mungkin hanya tuduhan saja.

Tidak diragukan lagi hadits ini menunjunjukan pelarangan berpuasa pada pertengahan bulan sya’ban, akan tetapi hadits ini dikecualikan dengan hadits “jika pada pertengahan tersebut bertepatan dengan shaum sunnah (seperti senin dan kamis)” . maka jika pada pertengahan bulan sya’ban  bertepatan dengan h ari-hari yang disunnahkan berpuasa (seperti kamis atau jumat), berpuasa pada hari itu boleh hukumnya. Dapat disimpulkan disini, yang dimaksud pelarangan puasa pada pertengahan bulan sya’ban adalah mengkhususan pertengahan bulan tersebut untuk berpuasa dengan niat puasa nisfu sya’ban. Jika ingin berpuasa pada pertengahan sya’ban maka hendaknya berpuasa tiga hari yaitu tiga belas, empat belas dan lima belas, karena puasa tiga hari pada pertengahan bulan memang disunnahkan pada semua bulan, sebagai mana hadits dari Abi Dzar al Gifari: “Kami diperintahkan oleh Rasulullah agar berpuasa tiga hari pada setiap bulannya, yaitu tiga belas, empat belas dan lima belas” (HR Nasa’I, Tirmidz dan dishahihkan oleh ibnu hibban). Banyak perbedaan pendapat mengenai hadits yang melarang puasa nisfu sya’ban, tapi pendapat yang mengatakan haram lebih kuat, maka tidak heran jika mayoritas masyarakat yang mengaku dirinya bermadzhab syafi’I mengharamkannya.

Lalu apa yang disunnahkan pada bulan Sya’ban?. Dari aisyah radiyallahu ‘anha berkata: tidaklah aku melihat Rasulullah berpuasa lengkap satu bulan melainkan hanya bulan Ramadhan, dan  tidaklah aku melihatnya banyak berpuasa melainkan pada bulan sya’ban. (HR Muttafaq ‘alaihi). Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah tidak pernah berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan beliau memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Kenapa Rasulullah memperbanyak puasa pada bulan sya’ban?, yaitu karena pada bulan tersebut banyak manusia yang lalai, sebagaimana yang beliau katakan ketika ditanya tentang puasa tersebut, dari hadits usamah bin zaid, “aku berkata,wahai Rasulullah aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan biasa seperti halnya engkau berpuasa pada bulan sya’ban. Rasulullah menjawab: pada bulan ini banyak manusia yang lalai (yaitu antarea rajab dan ramadha). Pada bulan itu segala amalan diangkat kepada Rabbul ‘alamin, dan aku menginginkan ketika amalanku diangkat aku dalam keadaan berpuasa (Shahih, dalam shahihah syeikh nasiruddin al albany). Lalu adakah dalil yang mensunahkan puasa nisfu sya’ban setelah jelas akan dalil yang megharamkannya??? Allahu a’lam bisshawab…..

Copied from:
http://shohib85.multiply.com/journal/item/8/Hukum_puasa_Nisfu_syaban?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Hei, hati- hati sobat UKMI! Mari kita kerjakan ibadah seperti yang diajarkan Rasulullah!
(intinya dapat kaaan ???)

May 30, 2012

Rekrutmen Berkualitas dan Berkuantitas


       Staff Dept. Rekrutmen dan Pembinaan Kader 
       UKMI Ar- Rahman UNIMED 2011- 2012

Peningkatan kualitas kader harus diimbangi dengan peningkatan kuantitas. Tidak dipungkiri bahwa ketika suatu LDK memiliki kader yang cukup loyal dan punya kemampuan dalam tiga ranah dakwah (da’awiy, siaysih, ilmy), namun jumlahnya sangat sedikit tentu manajemen perencanaan- perencanaan organisasi akan mengalami hambatan. Akan terjadi kekurangan pementor, kekurangan massa, kekurangan dukungan. Memahami hal ini, rekrutmen yang berkualitas menjadi satu harapan besar bagi keberjalanan dakwah di seantero kampus.


Untuk memenuhi kebutuhan kader, LDK dapat menjalankan dua mekanisme rekrutmen, yaitu  masif dan personal.
Rekrutmen masif adalah adalah rekrutmen terbuka bagi seluruh mahasiswa muslim di kampus yang dapat berupa kegiatan- kegiatan syi’ar. Sedangkan rekrutmen personal adalah rekrutmen yang dilakukan secara langsung oleh formatur LDK dan pengurus LDK, atau bahkan oleh kader-kader LDK terhadap individu-individu tertentu yang dianggap memiliki kecenderungan kepada Islam dan memiliki potensi yang besar untuk dakwah. Perekrutan secara personal ini dapat diikuti oleh proses pembinaan saja atau pun sekaligus menempatkannya pada struktur LDK jika dirasa perlu dan standar kepribadian dan kompetensinya telah terpenuhi.

Salah satu parameter berhasilnya kaderisasi adalah terbentuknya kader- kader dengan kapasitas yang ditargetkan secara konkret. Untuk itu, demi terciptanya LDK yang mandiri, profesional, dan regeneratif maka perlahan-lahan setiap LDK diharapkan mampu menghasilkan kader-kader inti secara mandiri melalui alur kaderisasi yang dijalankannya. LDK harus mampu berperan sebagai “kawah candradimuka” yang dapat mentransformasi individu-individu yang pada awalnya belum memiliki kompetensi apa-apa menjadi individu-individu yang memiliki kompetensi keislaman yang tinggi, profesional, intelek, dan siap terjun di lapangan.

Teknis : Langkah-langkah Rekrutmen Massif
Dalam melakukan rekrutmen masif, secara teknis dapat mengikuti prosedur berikut.
a.    Sosialisasi LDK
Tujuan:
-       Mengenalkan LDK kepada seluruh civitas akademika kampus.
-       Menarik minat seluruh civitas akademika kampus khususnya
mahasiswa/i muslim/ah untuk bergabung dengan LDK.

b.      Publikasi rekrutmen
Tujuan:
-       Memberikan informasi kepada seluruh civitas akademika kampus bahwa LDK mengadakan rekrutmen untuk seluruh civitas akademika kampus.

c.    Penyebaran dan pengembalian formulir rekrutmen dan isian biodata calon kader
Tujuan:
-       Mengumpulkan data awal calon kader.
-       Mengenali karakteristik calon kader (biodata singkat, pengalaman organisasi, motivasi bergabung dengan LDK, keterampilan khusus yang dimiliki, pilihan aktivitas yang diminati).

4. Pengolahan data calon kader
Tujuan:
-       Mendapatkan gambaran umum tentang karakteristik calon kader LDK.
-       Mendapatkan database calon kader.

5. Wawancara calon kader (opsional)
Tujuan:
-       Mengenali calon-calon pengurus secara baik dan lebih mendalam (pemahaman keislamannya, harapan-harapannya terhadap LDK, motivasinya, pilihan aktivitas yang diminatinya kelak jika bergabung dengan LDK, tingkat komitmennya dengan dakwah, pengalaman organisasinya, gaya kerjanya, tingkat pengetahuannya terhadap amanah yang akan dijalankannya, konsep diri dan manajemen pribadinya).
-       Memasukkan kader ke dalam kelompok-kelompok pembinaan yang sesuai.

6. Publikasi pengurus
Tujuan:
-       Menginformasikan kader-kader LDK baru yang akan menjalani alur kaderisasi kepada civitas akademika kampus.

Hal-hal penting yang perlu digali dari calon kader pada saat proses
rekrutmen, setidaknya adalah:
1. Data diri calon kader (nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, alamat
tempat tinggal, nomor kontak, fakultas/jurusan, angkatan, motto hidup, dll.).
2. Riwayat pendidikan.
3. Pengalaman organisasi.
4. Keterampilan khusus yang dimiliki.
5. Pilihan aktivitas yang diminati.
6. Motivasi bergabung dengan LDK.
7. Tujuannya bergabung dengan LDK.
8. Tingkat pemahaman keislamannya secara umum.


3 hari menuju MUSYAR UNIMED XVII, hawa- hawa 'segarrr' nya mulai terasa.
-Ingat kawan, KITA ADALAH DA'I, maka berbicara, bersikap, dan berbuat lah layaknya seorang da'i-
:)

Mar 11, 2012

Prestasi dan Kontribusi


By: Nurhasanah Sidabalok
Staff Dept. RPK UKMI Ar- Rahman UNIMED 2011- 2012 

Berprestasi adalah impian setiap mahasiswa. Melihat nama di papan pengumuman mading sebagai pemenang lomba, peserta terbaik dalam sebuah event, delegasi kampus dalam acara kunjungan maupun perlombaan, pemenang PKM, mawapres  dan berbagai kemungkinan lainnya adalah saat yang ditunggu- tunggu. Satu lagi, pengumuman penerima beasiswa juga menjadi satu hal menarik di kalangan mahasiswa. hal- hal demikian dirasa menjadi prestasi yang akan memberikan motivasi lebih lagi untuk berkarya di masa yang akan datang serta upaya penokohkan diri.

Namun benarkah prestasi hanya dilihat dari pengumuman- pengumuman itu?
Seorang muslim juga tentu dituntut untuk berprestasi dalam hidupnya. Bagaimanakah seorang muslim memaknai kata prestasi? Dalam Islam, prestasi dikaitkan dengan amal soleh. Ketika seseorang mampu beramal soleh di sekelilingnya, maka saat itu pula dia dikatakan berprestasi. Dengan kata lain, dia melakukan sesuatu untuk orang lain dimana orang lain merasakan manfaat atas apa yang dia lakukan.

Karakter dasar seorang muslim adalah memberi manfaat kepada sesamanya, bukan berpangku tangan atau bersikap masa bodoh dengan kemampuannya, apalagi mencegah orang lain memberi manfaat. Terkait hal ini, sahabat Umar bin Khattab yang terkenal dengan ketegasannya mencela sikap Muhammad bin Maslamah yang melarang Dhahak bin Khalifah yang ingin membuat saluran air. Umar berkata,”Kenapa kamu menghalangi saudaramu untuk membuat sesuatu yang bermanfaat baginya dan bagimu juga, kamu bisa minum darinya dan itu tidak membahayakanmu?” (HR. Malik)

Jika kita lihat di sekeliling kita, masih banyak mahasiswa yang masih sibuk berpikir akan nilai tanpa memperhatikan manfaat yang bisa diberikannya pada orang lain. Terlalu asyik dengan dunianya sendiri tanpa mencoba sedikit memikirkan manfaat apa yang bisa orang lain rasakan darinya. “Sori deh, boro- boro bantuin dia, gue aja kewalahan”. Mungkin demikian jawaban beberapa teman yang ketika ditanyakan alasannya bersikap masa bodoh. Atau mungkin merasa rendah diri dengan kekurangannya, “Wah, mana ada yang bisa diandalkan dariku”. Kedua alasan itu hanyalah alasan yang dibuat- buat untuk menghindar dari sebuah tanggungjawab. Tidak inginkah kita sedikit berbagi dengan orang lain? Layakkah kita membatasi kemampuan diri sementara Tuhan kita telah memberikan banyak potensi pada kita? Sudahkah kita aktifkan seluruh tombol- tombol dari sisi kehidupan kita hingga bisa memberi kontribusi lebih?

Kita dituntut untuk berkontribusi, bukan hanya meminta kontribusi orang lain. Hal ini sejalan dengan didikan Rasulullah kepada para sahabat yang baru masuk Islam kala itu, yakni didikan berdakwah dengan semangat memberi kepada orang lain, semangat memfungsikan apa saja potensi yang dimiliki.

Status mahasiswa semoga tidak hanya sebatas status di KTM yang melayakkan kita mengikuti berbagai seleksi beasiswa dalam dan luar negeri, mempunyai hak untuk hidup nyaman dengan kucuran dana orangtua, ataupun berfoya- foya bersama teman kampus dengan alasan menikmati masa muda. Sesungguhnya kita harus lebih banyak berpikir akan apa yang bisa kita berikan dengan status mahasiswa yang kita punya. Saat ini ssudah kita pahami bersama, maka nilai bukan lagi menjadi orientasi utama kita untuk duduk di bangku perkuliahan. Namun yang menjadi titik tujuan kita adalah manfaat. Bukankah Rasulullah pernah bersabda,”Sebaik- baik kamu adalah yang paling bermanfaat diantaramu?

Jika kita berpikir nilai bagus kita akan mendongkrak nilai teman- teman kita juga, kenapa harus dapat nilai buruk?
Jika datang ke kampus lebih awal dan membantu teman yang kesulitan belajar, kenapa harus datang terlambat?
Jika singgah sebentar di mushola dan membuat saudara kita tersenyum, kenapa harus tergesa- gesa melewatinya?
Jika bergeser sedikit dari tempat duduk di dekat pintu angkot dan memudahkan penumpang lainnya untuk duduk nyaman, kenapa harus bertahan duduk di sana?
Jika berjalan dengan penuh semangat ceria dan membuat saudara kita merasa bahagia kenapa harus merengut?
Jika sesuatu itu baik dan bermanfaat, kenapa tidak kita kerjakan?

Saat mahasiswa berpikir seperti ini, maka tidak akan kita temukan lagi berbagai kebencian, permusuhan, ketakutan, kesedihan. Semua akan berupaya untuk menciptakan ketenangan dan memberikan solusi untuk masalah- masalah yang ada. Hingga mahasiswa menjadi leader opinion di tengah masyarakat dan saat itulah prestasi terbesar baginya.
Semoga bermanfaat. Salam kontribusi! (11/03san)

Mar 3, 2012

Hasan Al Bashri : Sang Pemberani Penyeru Kebenaran

Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa mantan “maula” (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seo¬rang putera mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di rumahnya.

Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada bekas maulanya itu, membuat ia begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi mungil itu sangat menawan. “Sudahkah kau beri nama bayi ini, ya Khairoh?” tanya Ummu Salamah. “Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainya” jawab Khai¬roh. Mendengar jawaban ini, ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar “Dengan berkah Allah, kita beri nama Al-Hasan.” Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu selesai acara pembe¬rian nama.

Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam: Hind binti Suhail yang lebih terkenal sebagai Ummu Salamah. Beliau adalah seorang puteri Arab yang paling sempurna akhlaqnya dan paling kuat pendiriannya, ia juga dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para ahli sejarah mencatat beliau sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya hubun¬gan antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam, semakin terbentang luas kesempatan baginya untuk ber”uswah” (berteladan) pada ke¬luarga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul mu’minin serta mendapat kesempatan menimba ilmu bersama sahabat yang berada di masjid Nabawiy.

Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan mampu meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya. Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.
Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini.Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.
Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa.

Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat¬ terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menen¬tangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.

Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj: “Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … karena kedurhakaan dan kesombongannya …”
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, “Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.”

Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” .

Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati berge¬tar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, beliau hadapi sang tiran.

Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.
Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.”

Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah aku …”

Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hurairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memelihara¬mu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.

Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Pendu¬duk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.