Oleh: Nurhasanah Sidabalok
Staff Dept. RPK UKMI Ar- Rahman UNIMED 2012/ 2013
Roda arus kepemimpinan terus
berputar, berirama. Roda ini pula yang entah sengaja atau tidak mengantarkanku
pada terminal sepi ini. Menanti. Aku dan beberapa penumpang lainnya celingak-
celinguk, bus mana yang akan mengangkut kami? Siapa yang akan menyetir
perjalanan kami? Kemana kami akan dibawa pergi? Dengan tertatih dan mencoba
memberanikan diri, kami susuri jalan. Bus tumpangan tak kunjung datang. Takut-
takut kami melangkah, takut salah. Hingga kami sampai ke satu tempat, masih
linglung. Benarkah jalan yang kami ambil tadi? Inikah memang tempat tujuan
kami? Tak satupun yang bisa menjawab,’ ya
mungkin’, ‘eh tapi sepertinya bukan’. Tidak ada kepastian. Hingga kami
putuskan untuk tetap berjalan, berharap ada cahaya di sana. Tak jarang kami
terpeleset, terjerembab, dan sering pula kami terperangkap dalam satu jebakan
yang indah luarnya. Tapi kami seolah tidak punya pilihan lain. Terus berjalan
sambil menyemangati diri berucap lirih, Harapan
Itu Masih Ada.
Sekelumit kisah tadi
menggambarkan kondisiku hari ini. Aku serasa berada diantara orang yang
linglung, kepayahan.
Ingin rasanya aku kembali ke masa
lalu. Saat dimana aku mendapat perhatian penuh. Hingga tidak jarang aku yang
sedikit nakal menghindar dari tatapan sayang, rangkulan manja. Kini aku tidak
berani menanti. Bayangkan, menanti pun aku tak berani lagi. Menanti hal seperti
itu bakal hadir kembali dalam perjalanan dakwah ini rasanya hanya satu
kemustahilan. Aku berjalan bersama satu dua orang dengan amanah di pundak.
Berat. Untuk sedikit tertawa saja rasanya tidak ada waktu yang tepat. Saat
ingin bersenang- senang sebuah pesan singkat dan tidak jarang panggilan telepon
mengusikku. Bolehkah aku istirahat sebentar?
Aku harus memperhatikan adik- adik,
membimbing, dan parahnya aku harus bisa menjadi teladan. Apa yang harus
kuturunkan pada mereka, haaah?
Jika ditanya aku tidak jauh lebih
pintar dari mereka. Aku pun merasa tidak dibelajarkan penuh dahulunya, dan
sekarang ingin mengajarkan? Bagaimana? Haah, aku pun yakin adik- adik
mengatahui kelemahan dan keterbatasanku ini. Bisa jadi bertanya padaku hanyalah
ingin menjaga perasaanku sebagai senior untuk menanyakan sedikit pendapat,
tidak lebih.
Aku menjalani profesiku ini
dengan tertekan, ada yang peduli? Tugas kuliah sudah tidak terkondisikan,
teman- teman sekelas mulai tidak paham dengan alur pikiranku yang bercabang-
cabang, hak mata dan tubuh mulai tak terpenuhi, dan aku nyaris tidak mengenali
diriku sendiri. Haruskah aku bertahan dengan topeng ini? Atas semua kejadian
ini, ada yang bertanggung- jawab?
Yang lain butuh perhatianku, lalu
aku? Siapa yang perhatikan?
Baik, salahkan aku yang tidak
belajar maksimal kala itu, tapi hanya salahku?
Dimana qiyadah- qiyadah yang
memberiku amanah ini? Ya, walau katanya amanah ini dari Allah namun kan mereka
harus bertanggung- jawab. Aku tidak merasakan pembelajaran dari mereka. Mereka
pikir aku paham menjalankan ini semua? Hei, aku tidak secerdas yang kalian
bayangakan. Aku dengan senyum yang sering kuuntai hanya mencoba menghibur diri
sendiri, tidak lebih. Beban ini berat, aku tidak sanggup. Dan aku pun tidak
pernah digembleng tuk diarahkan menerima amanah ini. Lalu aku bergerak hari ini
dengan bahan bakar yang pas- pasan, salah siapa?
Mereka katanya punya urusan yang lebih besar dari sekadar mengurusiku. Ya, kalian punya banyak amanah. Namun, beginikah seorang kakak/ abang memperlakukan adiknya?
Kalian tahu, aku seringkali takut
melangkah. Masih sering aku bertanya, memang beginikah yang ada dalam sistem?
Atau apakah aku sudah merusak sistem yang ada? Saat aku tanyakan pada kalian,
yang kuterima hanya anggukan dan jawaban singkat. Tidak adakah segelas air yang
bisa kalian bagi untukku yang haus? Haus sekali, dan lapar. Ataukah kalian juga
belum paham sistem dalam dakwah ini?
Namun saat kutanyakan pada
qiyadah yang lain, aku tidak diizinkan berbuat. Ada banyak sekali peraturan-
peraturan yang diberikan hingga aku semakin enggan untuk melangkah, apalagi
berlari. Hingga aku berjalan di tempat menunggu bola datang. Pasrah.
Dimana pula murabbiku? Mereka
bilang murabbi adalah guru, sahabat, abang/ kakak, dan bisa jadi seperti
orangtua. Aku tidak yakin bahwa kalian sudah merasakan hal itu. Bisa jadi itu
hanya pemanis di bibir saja agar aku terus bertahan di sini. Mereka bilang
murabbi tempat curhat, apa? Aku tidak punya kesempatan untuk sedikit bercerita.
Semua kami seolah diburu padatnya agenda sebelum dan sesudah halaqah. Ya, aku dan
teman- teman sering terlambat kuakui. Tapi setelah itu? Berjalan datar. Tidak
ada yang special. Murabbi pun tampaknya sangat sibuk. Kembali, aku harus
menelan ludah. Pahit. Kuurungkan niat untuk sedikit berbagi cerita, tentang ibu
yang sakit. Tidak ada khobar. Seolah halaqah hanya agenda rutin yang tak
bermakna. Aku harus mengalah, ya murabbiku sibuk menyelesaikan tugas akhirnya. SKRIPSI.
Dimana teman- teman yang dahulu
berikrar setia dalam suka dan duka? Mereka sibuk dengan urusan masing- masing
dan aku tertinggal jauh di belakang untuk urusan yang itu. Lagi- lagi, aku
mengalah. Pertanyaan- pertanyaan kabar yang kuterima lewat HP seolah tidak
punya ruh. Aku pun tidak berniat untuk membalas. Hingga taujih- taujih yang
menghiasi inbox tak mampu mengusir kekesalanku. Aku ingin kalian ada di sampingku,
hanya itu. Tidak pahamkah kalian perasaan ini? Aku ingin kita sama- sama
membuat keputusan- keputusan ini. Tidakkah kalian tahu bagaimana keterbatasan
pemikiranku? Aku tak secerdas kalian. Banyak keputusan yang salah yang kuperbuat.
Inginkah kalian aku terjatuh ke jurang ini terus? Aku melihat kalian sangat
kritis, lha aku? Tuk hal kecil saja aku butuh banyak jam untuk memberi satu
tanggapan.
Lalu, siapa yang perhatikan aku?
Sejenak
aku terdiam. Menangis. Aku bahkan lupa kapan terakhir tilawah 1 juz ku perhari
dan kapan terakhir kali aku jalan berdua bersama ayah.
Akhi wa ukhti fillah,
kondisi ini bisa jadi akan kita rasakan juga. Saat ia mulai mendekat, yuk sama-
sama periksa kondisi ibadah kita. Dari apa yang dipaparkan di atas, ternyata di
ending kisahnya, sang ‘ aku’ sadar bahwa dia sudah jauh dari kebiasaan-
kebiasaan baiknya. Amalan yang semakin berkurang dan silaturahmi yang tidak
lagi kencang. Allah lah tempat kita mencurahkan segala isi hati. Get closer to
Allah, yuk mari!
Spesial, kepada adik- adik pengurus UKMI Ar- Rahman Periode 2012- 2013.....
Beezzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Yuk, berbuat lebih tanpa menuntut lebih.
You, CAN!
No comments:
Post a Comment