Dalam surat Al-Insyirah Allah berfirman: Faidza Faraghta Fanshab (“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Al Insyirah: 7). menegaskan agar perintah Allah kepada nabi saw dalam melakukan aktivitas dan kerja tidak mengenal kata henti dan istirahat artinya bahwa setelah menunaikan tugas dan aktivitas maka cari aktivitas dan kerja lainnya..!!
karena pada hakikat amal tak kan pernah usai dalam kehidupan di dunia ini.. selama hayat masih dikandung badan maka jangan pernah berhenti dalam beramal, berbuat, bekerja dan beraktivitas terutama untuk meraih dan menggapai pahala dan ridha Allah SWT.
Perang Badar baru saja usai. Namun peristiwa itu tidak bisa hilang begitu saja di benak para sahabat. Karena Badar merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang. Pengalaman yang menorehkan lukisan indah sebagai sebuah potret pengorbanan dan kesetiaan pada Islam. Sehingga dalam diri mereka masih terngiang-ngiang kejadian demi kejadian yang baru mereka alami. Para sahabat saling mengomentari pengalaman unik itu dengan antusias yang ditimpali oleh sahabat lainnya dengan cerita yang lebih seru.
Memang. Badar menjadi pemandangan yang menakjubkan dalam sejarah perjuangan kaum muslimin. Para sahabat sangat bersemangat untuk mengisahkan peristiwa tersebut. Karena batapa saratnya peristiwa perang Badar dengan sikap-sikap kepahlawanan kaum muslimin. Cerita yang mengalir deras itu membuat mereka keasyikan menceritakan pengalaman mereka hingga satu sama lain saling membanggakan perilaku mereka dan kadang juga memandang remeh apa yang telah dilakukan oleh yang lainnya. Lalu muncullah sikap kekeliruan mereka dengan mengatakan bahwa, ‘Anshorlah yang lebih hebat, Muhajirinlah yang lebih unggul, ‘Auslah yang lebih kesatria, Khajrazlah yang tak tertandingi’, dan sikap-sikap hubbul ghurur wa zhuhur lainnya.
Peristiwa itu nyaris menjadi sengketa di kalangan mereka. Dan ini dimanfaatkan kaum Yahudi untuk mengadu domba kaum muslimin. Musuh-musuh umat Islam itu pun memanas-manasi kaum muslimin dengan membangkitkan watak-watak jahiliyah. Lantaran diantara mereka saling membanggakan dirinya kemudian berujung pada pendirian masing-masing yang ingin membuktikan kehebatannya. Sehingga terdengarlah seruan, ‘senjata……., senjata………, mari kita buktikan siapa yang paling hebat’. Kejadian itu pun sampai ke telinga Rasulullah SAW. beliau amat geram dengan sikap para sahabat yang keliru itu. Lalu Allah SWT. mengingatkan mereka dengan turunnya surat Ali Imran: 100 – 102
“Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu sampai menjadi kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu?. Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalan keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepada ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadilah kamu karena nikmat itu orang-orang yang bersaudara. Dan kamu berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Sesudah itu Rasulullah SAW. melihat ada hal yang amat penting dari kasus itu adalah kaum muslimin mengalami waktu jeda dalam amaliyah dakwah. Hal ini sangat berpengaruh pada perilaku sahabat yang mudah menyimpan memori kenangan indah dan dapat membangkitkan sikap keliru tadi. Sehingga sesudah itu beliau memberikan amaliyah yang beruntun dan terus menerus tanpa henti untuk menunaikan tugas dakwah ini. Maka sesudah kejadian itu kaum muslimin melakukan beberapa ekspedisi militer hingga perang Uhud.
Amal Datang Tanpa Kenal Henti
Perjalanan waktu seiring dengan berjalannya amal. Bahkan keduanya saling lomba berdatangan. Kadang waktu mampu menyelesaikan sebuah amal. Namun kadang pula amal datang tanpa mampu ditunaikan meski telah berlalu beberapa waktu. Malah sering kali amal itu lebih banyak dari waktu yang tersedia sehingga ia tidak bisa diselesaikan oleh satu waktu atau satu generasi akan tetapi ia diselesaikan oleh waktu yang lain atau generasi berikutnya.
Kedatangan amal yang tak kenal henti sudah menjadi tabiat alam semesta. Selama putaran ala mini tidak pernah berhenti maka selama itu pula putaran amal yang tak kan henti. Meski demikian bagi seorang kader dakwah putaran waktu yang seiring dengan putaran amal bukanlah sesuatu yang harus dihindari melainkan harus diantisipasi agar dapat mengikuti alur perjalanan waktu dan amal. Seorang ulama dakwah telah lama mengingatkan murid-muridnya dengan menyatakan ‘mengalirlah bersama amal-amal ini niscaya ia akan mengalirkan dirimu’.
Karena itu catatan yang perlu kita tulis adalah jangan sampai mengabaikan kesempatan dan peluang yang telah diberikan kepada kita. Namun bila hal ini terabaikan maka nikmat kesempatan itu menjadi sia-sia. Rasulullah SAW. telah mengingatkan bahwa,
“Ada dua kenikmatan yang sering dilupakan manusia yakni kesempatan dan kesehatan”. (Muslim).
Jangan Pernah Lelah Dalam Beramal
Tidak dipungkiri lagi bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Karena itu diam tanpa amal menjadi aib bagi orang beriman. Mereka harus mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka perlu diingat bahwa ‘ngangur’ dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah mengherankan bahwa banyak ayat maupun hadits yang memberikan motivasi dan rangsangan agar selalu berbuat dan menghindari diri dari sikap malas dan lemah untuk berbuat. Untuk itu Rasulullah SAW. menyegerakan para sahabat melanjutkan agenda lainnya sebab bila tidak, yang terjadi adalah peluang konflik dan friksi antar sesama atau akan disibukan dengan hal-hal sepele.
“Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam, anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak disibukan dengan hal-hal besar maka kamu akan disibukan dengan hal-hal kecil”. (Abdul Wahab Azzam).
Ritme kehidupan orang yang beriman selalu terus berada siklus hidupnya yang selalu berputar maka sesudah selesai menunaikan satu tugas maka ia harus menyiapkan dirinya untuk menunaikan tugas besar lainnya. Siklus yang demikian dapat menyehatkan diri dan amalnya karena ia dapat memanfaatkan waktunya dan dapat mengukir goresan indah dalam waktunya.
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Al-Insyirah: 7).
Bila perjalanan amal yang begitu panjang sering terjadi dalam kehidupan ini maka tidak ada pilihan lain kecuali mempersiapkan diri untuk mengarunginya. Salah satu penyiapan yang amat perlu dimiliki adalah sikap tidak pernah lelah dalam amal. Karena sikap lelah dan terus merasa lelah akan memperkecil potensi produktivitas dan akan menggerogoti energi untuk berbuat. Maka kita perlu mengantisipasi dan memerangi kelelahan kita. Bisa dengan recovery tarbiyah dengan mendisplinkan diri dalam menerapkan manhaj, rihlah, siyahah atau amal-amal tarbawi lainnya. Rasulullah SAW. pun menyuruhnya
“rehatkanlah hatimu karena hatimu tidak terbuat dari batu”.
Saatnya Kita Ukir Prestasi Dakwah Dengan Ukiran Terindah
Setiap kesempatan yang diberikan kepada seorang mukmin maka setiap saat itu pula ada satu kaedah perintah secara implisit untuk dapat mengukir prestasi dirinya. Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu mampu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan kapabilitas rijalnya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan;
“Setiap dakwah ada marhalahnya dan setiap marhalah ada tuntutannya dan setiap tuntutan ada orangnya”.
Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada tuntutannya maka kita mesti menyelaraskan diri agar sesuai dengannya. Tuntutan ini selaras dengan amanah yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam pandangan Islam setiap amanah merupakan suatu tugas yang tidak boleh dikhianati atau diabaikan hingga tidak dapat menunaikannya dengan baik.
Inilah kesempatan emas bagi kita untuk membuat ukiran terindah dalam hidup kita secara personal maupun kolektif agar kita mampu memberikan cermin indah bagi orang lain ataupun generasi berikutnya.
see more..http://www.al-ikhwan.net/faidza-faraghta-fanshab-3327/
karena pada hakikat amal tak kan pernah usai dalam kehidupan di dunia ini.. selama hayat masih dikandung badan maka jangan pernah berhenti dalam beramal, berbuat, bekerja dan beraktivitas terutama untuk meraih dan menggapai pahala dan ridha Allah SWT.
Perang Badar baru saja usai. Namun peristiwa itu tidak bisa hilang begitu saja di benak para sahabat. Karena Badar merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang perang. Pengalaman yang menorehkan lukisan indah sebagai sebuah potret pengorbanan dan kesetiaan pada Islam. Sehingga dalam diri mereka masih terngiang-ngiang kejadian demi kejadian yang baru mereka alami. Para sahabat saling mengomentari pengalaman unik itu dengan antusias yang ditimpali oleh sahabat lainnya dengan cerita yang lebih seru.
Memang. Badar menjadi pemandangan yang menakjubkan dalam sejarah perjuangan kaum muslimin. Para sahabat sangat bersemangat untuk mengisahkan peristiwa tersebut. Karena batapa saratnya peristiwa perang Badar dengan sikap-sikap kepahlawanan kaum muslimin. Cerita yang mengalir deras itu membuat mereka keasyikan menceritakan pengalaman mereka hingga satu sama lain saling membanggakan perilaku mereka dan kadang juga memandang remeh apa yang telah dilakukan oleh yang lainnya. Lalu muncullah sikap kekeliruan mereka dengan mengatakan bahwa, ‘Anshorlah yang lebih hebat, Muhajirinlah yang lebih unggul, ‘Auslah yang lebih kesatria, Khajrazlah yang tak tertandingi’, dan sikap-sikap hubbul ghurur wa zhuhur lainnya.
Peristiwa itu nyaris menjadi sengketa di kalangan mereka. Dan ini dimanfaatkan kaum Yahudi untuk mengadu domba kaum muslimin. Musuh-musuh umat Islam itu pun memanas-manasi kaum muslimin dengan membangkitkan watak-watak jahiliyah. Lantaran diantara mereka saling membanggakan dirinya kemudian berujung pada pendirian masing-masing yang ingin membuktikan kehebatannya. Sehingga terdengarlah seruan, ‘senjata……., senjata………, mari kita buktikan siapa yang paling hebat’. Kejadian itu pun sampai ke telinga Rasulullah SAW. beliau amat geram dengan sikap para sahabat yang keliru itu. Lalu Allah SWT. mengingatkan mereka dengan turunnya surat Ali Imran: 100 – 102
“Hai orang-orang yang beriman jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimanakah kamu sampai menjadi kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepadamu dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu?. Barang siapa yang berpegang teguh kepada agama Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalan keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama Allah dan janganlah kamu bercerai berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepada ketika kamu dahulu masa jahiliyah bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu lalu menjadilah kamu karena nikmat itu orang-orang yang bersaudara. Dan kamu berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.
Sesudah itu Rasulullah SAW. melihat ada hal yang amat penting dari kasus itu adalah kaum muslimin mengalami waktu jeda dalam amaliyah dakwah. Hal ini sangat berpengaruh pada perilaku sahabat yang mudah menyimpan memori kenangan indah dan dapat membangkitkan sikap keliru tadi. Sehingga sesudah itu beliau memberikan amaliyah yang beruntun dan terus menerus tanpa henti untuk menunaikan tugas dakwah ini. Maka sesudah kejadian itu kaum muslimin melakukan beberapa ekspedisi militer hingga perang Uhud.
Amal Datang Tanpa Kenal Henti
Perjalanan waktu seiring dengan berjalannya amal. Bahkan keduanya saling lomba berdatangan. Kadang waktu mampu menyelesaikan sebuah amal. Namun kadang pula amal datang tanpa mampu ditunaikan meski telah berlalu beberapa waktu. Malah sering kali amal itu lebih banyak dari waktu yang tersedia sehingga ia tidak bisa diselesaikan oleh satu waktu atau satu generasi akan tetapi ia diselesaikan oleh waktu yang lain atau generasi berikutnya.
Kedatangan amal yang tak kenal henti sudah menjadi tabiat alam semesta. Selama putaran ala mini tidak pernah berhenti maka selama itu pula putaran amal yang tak kan henti. Meski demikian bagi seorang kader dakwah putaran waktu yang seiring dengan putaran amal bukanlah sesuatu yang harus dihindari melainkan harus diantisipasi agar dapat mengikuti alur perjalanan waktu dan amal. Seorang ulama dakwah telah lama mengingatkan murid-muridnya dengan menyatakan ‘mengalirlah bersama amal-amal ini niscaya ia akan mengalirkan dirimu’.
Karena itu catatan yang perlu kita tulis adalah jangan sampai mengabaikan kesempatan dan peluang yang telah diberikan kepada kita. Namun bila hal ini terabaikan maka nikmat kesempatan itu menjadi sia-sia. Rasulullah SAW. telah mengingatkan bahwa,
“Ada dua kenikmatan yang sering dilupakan manusia yakni kesempatan dan kesehatan”. (Muslim).
Jangan Pernah Lelah Dalam Beramal
Tidak dipungkiri lagi bahwa tabiat seorang mukmin sejati adalah berbuat, berbuat dan terus berbuat. Sehingga seluruh waktunya selalu diukur dengan produktivitas amalnya. Karena itu diam tanpa amal menjadi aib bagi orang beriman. Mereka harus mencermati peluang-peluang untuk selalu berbuat. Maka perlu diingat bahwa ‘ngangur’ dapat menjadi pintu kehancuran. Tidaklah mengherankan bahwa banyak ayat maupun hadits yang memberikan motivasi dan rangsangan agar selalu berbuat dan menghindari diri dari sikap malas dan lemah untuk berbuat. Untuk itu Rasulullah SAW. menyegerakan para sahabat melanjutkan agenda lainnya sebab bila tidak, yang terjadi adalah peluang konflik dan friksi antar sesama atau akan disibukan dengan hal-hal sepele.
“Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam, anggota tubuh tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak disibukan dengan hal-hal besar maka kamu akan disibukan dengan hal-hal kecil”. (Abdul Wahab Azzam).
Ritme kehidupan orang yang beriman selalu terus berada siklus hidupnya yang selalu berputar maka sesudah selesai menunaikan satu tugas maka ia harus menyiapkan dirinya untuk menunaikan tugas besar lainnya. Siklus yang demikian dapat menyehatkan diri dan amalnya karena ia dapat memanfaatkan waktunya dan dapat mengukir goresan indah dalam waktunya.
“Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Al-Insyirah: 7).
Bila perjalanan amal yang begitu panjang sering terjadi dalam kehidupan ini maka tidak ada pilihan lain kecuali mempersiapkan diri untuk mengarunginya. Salah satu penyiapan yang amat perlu dimiliki adalah sikap tidak pernah lelah dalam amal. Karena sikap lelah dan terus merasa lelah akan memperkecil potensi produktivitas dan akan menggerogoti energi untuk berbuat. Maka kita perlu mengantisipasi dan memerangi kelelahan kita. Bisa dengan recovery tarbiyah dengan mendisplinkan diri dalam menerapkan manhaj, rihlah, siyahah atau amal-amal tarbawi lainnya. Rasulullah SAW. pun menyuruhnya
“rehatkanlah hatimu karena hatimu tidak terbuat dari batu”.
Saatnya Kita Ukir Prestasi Dakwah Dengan Ukiran Terindah
Setiap kesempatan yang diberikan kepada seorang mukmin maka setiap saat itu pula ada satu kaedah perintah secara implisit untuk dapat mengukir prestasi dirinya. Agar apa yang dilakukannya dengan berputarnya waktu mampu disesuaikan dengan tuntutan zaman dan kapabilitas rijalnya. Seperti kaedah dakwah yang memaparkan;
“Setiap dakwah ada marhalahnya dan setiap marhalah ada tuntutannya dan setiap tuntutan ada orangnya”.
Sangat mudah untuk dipahami bila setiap waktu ada tuntutannya maka kita mesti menyelaraskan diri agar sesuai dengannya. Tuntutan ini selaras dengan amanah yang diembankan kepada kita saat ini. Dan dalam pandangan Islam setiap amanah merupakan suatu tugas yang tidak boleh dikhianati atau diabaikan hingga tidak dapat menunaikannya dengan baik.
Inilah kesempatan emas bagi kita untuk membuat ukiran terindah dalam hidup kita secara personal maupun kolektif agar kita mampu memberikan cermin indah bagi orang lain ataupun generasi berikutnya.
see more..http://www.al-ikhwan.net/faidza-faraghta-fanshab-3327/
No comments:
Post a Comment