Staff Dept. RPK UKMI Ar Rahman UNIMED 2011- 2012
Di sudut kota, pukul 6 pagi… SMS
I: “Ukhti, hari ini ada syuro’ Pentas Seni Budaya Islam di masjid kampus pukul 7.00 wib. Anti bisa kan?”
A: “Kegiatan apa itu akh? Siapa yang ngadakan?”
I: “Kerjasama kita dengan Himpunan Mahasiswa Muslim Hukum. Afwan tidak membicarakan sebelumnya dengan akhwatnya, tapi kemarin keputusan ini butuh cepat.”
A: “Afwan, ana hari ini ada kelas jam 7.30 wib. Paling cepat syuro’nya dimulai jam 7.15 wib. Lagian ana gak bisa langsung ikut campur di acara ini. Perlu ana bicarakan dengan akhwat lain. (sedikit kecewa)
I: Ya udah kalau begitu. (sedikit merasa bersalah dan juga dongkol mungkin)
…… Dan Pentas Seni Budaya Islam berlangsung. Tanpa ruh, sepertinya. Masih ada keganjalan di hati kedua belah pihak. Hingga ia berpengaruh pada kinerja berikutnya yang sejatinya butuh kesamaan persepsi dan komunikasi yang lancar. Namun apa yang terjadi? Komunikasi seadanya. Lembaga yang dahulunya seperti rumah hangat para kader, ujung2nya hanya tempat persinggahan yang tidak sehat. Kader merasa asing dalam rumah sendiri, itulah terjadi.
Pernahkah hal ini terjadi di ‘rumah’ kita? Tau kan apa akar masalahnya? Yaps, let’s see.
Pertama, kelompok ikhwan membuat keputusan mendadak. Ini memang kesalahan besar sepanjang sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. (gitu kata kawan2). Tidak hanya sekali, namun berkali- kali mereka buat keputusan seperti ini. Seolah akhwat hanya sebagai pem- follow up dan pelaksana atas kebijakan mereka. Tentu saja banyak yang protes.
“Minimal SMS kek, atau apalah gitu, kata seorang akhwat.”
“Anti tau mendadak kan? Keputusan harus segera diberikan. Ana yakin kalaupun akhwatnya di SMS pasti tidak segera membalas. Lambat siih (dalam hati).”
Lambat. Yah, mungkin itu juga alasan mereka untuk mengambil keputusan dalam waktu singkat. Di samping kebutuhan akan keputusan yang sangat mendesak tentunya. Namun hal ini tidak bisa menjadi alasan utama bagi ikhwannya untuk mengambil keputusan sendiri. Komunikasi yang sehat harus sering dibangun antar kader. Sebaiknya jauh- jauh hari hal itu sudah diwacanakan, jadi minimal akhwat sudah punya gambaran sedikit terkait kegiatan yang akan dilaksanakan.
Satu hal yang harus kembali ditanamkan pada diri ikhwan bahwa akhwat punya peran besar dalam keberlangsungan agenda- agenda dakwah walau yang selalu berdiri di depan adalah para ikhwannya. Bukankah behind the scene itu punya efek yang luarbiasa?
Kedua, akhwat terlalu sensitif hingga tidak sempat melihat dari sisi lain. Berbagai praduga dan citra negatif tentang ikhwan sudah terbentuk dalam pikiran mereka. Ikhwan egois. Itulah yang akhirnya mereka simpulkan.
Bukankah kita dianjurkaan untuk berhusnudzon? Atau mentang2 sama ikhwan gak bisa berprasangka baik, gitu? Ini adalah satu senjata jitu untuk memperbaiki hubungan kita. Bayangkan apa yang terjadi jika dalam satu keluarga saling mencurigai dan berprasagka buruk satu sama lain. Tentu output dan kerja2 yang dilakukan tidak maksimal. Esensi dari kerja2 tersebut tidak akan didapatkan. Hingga tidak jarang acara demi acara berakhir hanya menyisakan lelah dan payah. (atau hutang mungkin).
Jadi himbauan kepada seluruh akhwat agar tetap mengedepankan husnudzon dalam menanggapi satu persoalan. Hilangkan pikiran2 negatif yang hanya akan memperlambat gerak kita. Jika memang ada yang kurang pas di hati, sampaikan dengan cara yang ahsan, syuro’ mungkin atau via media lainnya jika memang tidak memungkinkan bicara langsung.
Hingga disimpulkan:
Sejarah memang berulang. Hal seperti ini sudah pernah terjadi juga di tahun- tahun sebelumya. Komunikasi yang baik adalah akar penyelesaian dari semuanya. Itu juga alasannya kenapa banyak media komunikasi yang hari ini disuguhi kepada kita. Tidak lain dan tidak bukan agar kita bisa menciptakan komunikasi yang sehat satu sama lain. Bukan hanya kinerja kita yang akan membaik lewat komunikasi yang sehat ini, namun juga kondisi hati kita juga akan semakin sehat. Tidak akan ada lagi prasangka- prasangka buruk yang menambah titik hitam di hati kita. Tidak akan ada lagi wajah- wajah kusut nan kusam memikirkan sikap saudara kita yang tiba- tiba berubah. Komunikasikan! Hingga kesalahan- kesalahan yang sama tidak terjadi berulangkali dan semua kita menikmati perjalanan dakwah ini.
Selamat datang di rumah hangat kita, Lembaga Dakwah Kampus! (18/02san)