Pages

May 26, 2011

AIR KOPI, GULA DAN DANAU

Ada seorang bijak yang hidup di jaman dahulu kala, dimana beliau dikenal sebagai seorang yang bijaksana oleh masyarakat sekitarnya.
Lalu suatu hari datang seorang pria yang merasa hidupnya sial , bermasalah.
Dalam keadaan hati yang tak menentu pria ini datang ke orang bijak tersebut.
Setelah menceritakan segala keluhannya, si bijak mengajak pria tersebut ke sebuah danau, yang airnya bening segar.
Kemudian si bijak ini mengambil air di danau tersebut dua gelas.
Terisi yang satu diisi segenggam gula manis.
Yang satunya diisi kopi yang pahit
Dan genggaman gula dan kopi yang lain ditaburkan ke danau itu.
Setelah itu diberikannya gelas tersebut ke pria itu , dan menyuruh meminumnya.
Berkata si bijak “Bagaimanakah rasa air yang diberikan bubuk kopi itu ?”
Pria “Terasa pahit sekali dan tidak mengenakkan”
Si bijak “Bagaimanakah dengan gelas yang terisi gula itu ? “
Pria “Terasa manis dan menyenangkan “
Lalu si bijak mengajak pria itu mencicipi air yang ada di telaga.
Berkatalah si pria
“Ini hanya tetap terasa air bening yang segar meski kau taburkan genggaman gula dan kopi”
Berkatalah si bijak “Itulah kehidupan, ada kalanya kita merasakan kepahitan, ada kalanya kita merasakan kemanisan. Maka bukalah hati kita ini seluas danau nan bening,, sehingga apapun pahit dan manis tetap akan berasa air bening yang menyegarkan. Jadi bersikaplah seperti air danau ini agar masalah teratasi dengan jernih, tenang dan menyegarkan."

May 17, 2011

Sirah Sahabat : Zubair Bin Awwam

Sirah sahabat edisi kali ini akan membicarakan seorang sahabat assabiquunal awwaluun. Dia masuk Islam pada usianya yang masih muda, 15 tahun. Ya, sahabat itu bernama Zubair bin Awwam. Mari kita ikuti sirah sahabat yang satu ini

***

Setiap kali nama Thalhah disebut, nama Zubair juga disebut. Dan setiap kali disebut nama Zubair, nama Thalhah pun pasti disebut.

Sewaktu Rasulullah SAW mempersaudarakan para sahabatnya di Makkah sebelum hijrah, beliau mempersaudarakan Thalhah dengan Zubair. Sudah sejak lama Nabi SAW bersabda tentang keduanya secara bersamaan, seperti sabda beliau, “Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di surga.”

Keduanya masih kerabat Rasulullah. Thalhah masih keturunan kakek buyut Rasulullah yang bernama Murrah bin Ka’ab, sedangkan Zubair masih keturunan kakek buyut Rasulullah yang bernama Qusai bin Kilab. Shafiyah, ibu Zaubair, juga bibi Rasulullah.

Thalhah dan Zubair mempunyai banyak kesamaan dalam menjalani roda kehidupan. Masa remaja, kekayaan, kedermawanan, keteguhan dalam beragama dan keberanian mereka hampir sama. Keduanya termasuk orang-orang yang masuk Islam di masa-masa awal, dan termasuk sepuluh orang yang dikabarkan oleh Rasul masuk surga, termasuk enam orang yang diamanahi Khalifah Umar untuk memilih khalifah pengganti. Bahkan, hingga saat kematian keduanya sama persis.

Seperti yang telah kita sebutkan, Zubair termasuk orang-orang yang masuk Islam di masa-masa awal, karena ia termasuk tujuh orang pertama yang masuk Islam, dan sebagai perintis perjuangan di rumah Arqam. Usianya waktu itu baru 15 tahun. Ia telah diebri petunjuk, cahaya, dan kebaikan saat remaja.

Ia ahli menunggang kuda dan memiliki keberanian, sejak kecil. Bahkan, ahli sejarah menyebutkan bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Islam adalah pedang Zubair bin Awwam.

Di masa-masa awal, saat jumlah kaum muslimin masih sedikit dan masih bermarkas di rumah Arqam, terdengar berita bahwa Rasulullah terbunuh. Zubair langsung menghunus pedang lalu berkeliling kota Makkah laksana tiupan angin kencang, padahal usianya masih muda belia.

Yang pertama kali dilakukannya adalah mengecek kebenaran berita tersebut. Seandainya berita itu benar, ia bertekad menggunakan pedangnya untuk memenggal semua kepala orang-orang kafir Quraisy atau ia sendiri yang gugur.

Di satu tempat, di bagian kota Makkah yang agak tinggi, ia bertemu Rasulullah. Rasulullah menanyakan maksudnya. Ia menceritakan berita yang ia dengar dan menceritakan tekadnya. Maka, beliau berdoa agar Zubair selalu diberi kebaikan dan pedangnya selalu diberi kemenangan.

Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang, namun ia juga merasakan penyiksaan Quraisy. Orang yang disuruh menyiksanya adalah pamannya sendiri. Ia pernah diikat dan dibungkus tikar lalu diasapi hingga kesulitan bernapas. Di saat itulah sang paman berkata, “Larilah dari Tuhan Muhammad, akan kubebaskan kamu dari siksa ini.”

Meskipun masih muda belia, Zubair menjawab dengan tegas, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya.”

Zubair ikut dalam perjalanan hijrah ke Habasyah dua kali. Kemudian ia kembali, untuk mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah, hingga tidak satu pun peperangan yang tidak ia ikuti.

Banyaknya bekas luka pedang dan tombak di tubuhnya adalah bukti keberanian dan kepahlawanannya.

Marilah kita dengarkan cerita seorang rekannya yang melihat bekas luka yang hampir memenuhi sekujur tubuhnya.

“Aku pernah bersama Zubair bin Awwam dalam satu perjalanan dan aku melihat tubuhnya. Ada banyak bekas sabetan pedang. Di dadanya ada beberapa lubang bekas tusukan tombak dan anak panah. Aku berkata kepadanya, ‘Demi Allah, yang kulihat ditubuhmu belum pernah kulihat di tubuh orang lain.’ Ia menjawab, “Demi Allah, semua luka-luka ini kudapat bersama Rasulullah dalam peperangan membela agama Allah.”

Seusai Perang Uhud, dan pasukan Quraisy sedang dalam perjalanan pulang ke Makkah, Zubair dan Abu Bakar diperintahkan Rasulullah memimpin kaum muslimin mengejar mereka agar mereka menganggap kaum muslimin masih mempunyai kekuatan, sehingga mereka tidak berpikir untuk menyerbu Madinah.

Abu Bakar dan Zubair membawa 70 tentara muslim. Sekalipun Abu Bakar dan Zubair sebenarnya sedang mengikuti satu pasukan yang menang perang dan berjumlah jauh lebih besar, namun kecerdikan dan siasat yang dipergunakan keduanya berhasil mengecoh mereka. Mereka menyangka bahwa pasukan yang dipimpin Abu Bakar dan Zubair adalah pasukan perintis dan di belakang pasukan ini masih ada pasukan yang jauh lebih besar. Tentu saja ini membuat mereka takut. Mereka pun mempercepat langkah menuju Makkah.

Di perang Yarmuk, Zubair memerankan satu pasukan tersendiri. Ketika banyak prajuritnya yang lari ketakutan melihat jumlah pasukan Romawi yang begitu banyak, ia berteriak, “Allaahu Akbar”, lalu menyerbu pasukan Romawi sendirian dengan pedangnya.

Ia sangat rindu untuk syahid. Ia berkata, “Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama nabi-nabi padahal tidak ada nabi setelah Muhammad SAW. Karena itu, aku memberi nama anak-anakku dengan nama para syuhada dengan harapan mereka syahid.”

Ada yang diberi nama Abdullah dari nama Abdullah bin Jahsy. Ada yang diberi nama Mundzir dari nama Mundzir bin Amru. Ada yang diberi nama Urwah dari nama Urwah bin Amru. Ada yang diberi nama Hamzah dari nama Hamzah bin Abdul Muthalib. Ada yang diberi nama Ja’far dari nama Ja’far bin Abi Thalib. Ada yang diberi nama Mushab dari nama Mushab bin Umair. Ada yang diberi nama Khalid dari nama Khalid bin Sa’id. Seperti itulah, semua anaknya diberi nama dengan nama-nama para syuhada dengan harapan bisa syahid seperti mereka.

Disebutkan dalam buku sejarah, “Zubair tidak pernah menjadi bupati atau gubernur. Tidak pernah menjadi petugas penarik pajak atau cukai. Ia tidak pernah menduduki jabatan kecuali sebagai pejuang perang membela agama Allah.”

Ia sangat percaya dengan kemampuannya di medan perang dan itulah kelebihannya. Meskipun pasukannya berjumlah 100 ribu prajurit, namun ia seakan-akan sendirian di arena pertempuran. Seakan-akan dia sendiri yang memikul tanggung jawab perang.

Keteguhan hati di medan perang dan kecerdasannya dalam mengatur siasat perang adalah keistimewaannya.

Ia melihat gugurnya sang paman, yaitu Hamzah, di Perang Uhud, di Perang Uhud. Ia juga melihat bagaimana tubuh pamannya dicabik-cabik oleh pasukan kafir. Ia berdiri dekat jenazah sang paman. Gigi-giginya terdengar gemeretak dan genggaman pedangnya semakin erat. Hanya satu yang dipikirkannya, yaitu balas dendam. Akan tetapi, wahyu segera turun melarang kaum muslimin melakukan balas dendam.

***

Ketika pengepungan terhadap bani Quraidzah sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah menugaskan Zubair dan Ali bin Abi Thalib. Keduanya berdiri di depan benteng musuh yang kuat dan berkata, “Demi Allah, mari kita rasakan apa yang dirasakan hamzah. Atau, akan kita buka benteng mereka.” Keduanya melompat ke dalam benteng. Dengan kecerdasannya, ia berhasil membuat takut orang-orang yang berada dalam benteng dan berhasil membuka pintu benteng sehingga pasukan Islam berhamburan menyerbu ke dalam benteng.

***

Di perang hunain, suku Hawazin yang dipimpin Malik bin Auf menderita kekalahan yang memalukan. Tidak bisa menerima kekalahan yang diderita, Malik beserta beberapa prajuritnya bersembunyi di sebuah tempat, mengintai pasukan Islam, dan bermaksud membunuh para panglima Islam. Ketika Zubair mengetahui kelicikan Malik, ia langsung menyerang mereka seorang diri dan berhasil mengobrak-abrik mereka.

Rasulullah sangat sayang kepada Zubair. Beliau bahkan pernah menyatakan kebanggaannya atas perjuangan Zubair. “Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam.”

Bukan karena sebagai saudara sepupu dan suami dari Asma binti Abu Bakar yang bergelar “Dzatun Niqatain” (memiliki dua selendang), melainkan karena pengabdiannya yang luar biasa, keberaniannya yang tiada dua, kepemurahannya yang tidak terkira, dan pengorbanan diri serta hartanya untuk Allah, Tuhan alam semesta.

Sungguh tepat apa yang dikatakan Hasan bin Tsabit ketika melukiskan sifat-sifatnya.

Janjinya kepada Nabi selalu ia tepati

Atas petunjuk Nabi ia berbakti

Dialah sang pembela sejati

Kata dan perbuatannya bagai merpati



Di jalan Nabi, ia berjalan

Bela kebenaran sebagai tujuan



Jika api peperangan sudah menyala

Dialah penunggang kuda tiada dua

Dialah pejuang tak kenal menyerah



Dengan Rasul, masih keluarga

Terhadap Islam, selalu membela



Pedangnya selalu siaga

Kala Rasul dihadang bahaya

Dan Allah tidak ingkar pada janji-Nya

Memberi pahala tiada terkira

***



Ia seorang yang bebrudi tinggi dan berakhlak mulia. Keberanian dan kepemurahannya bagai dua kuda yang digadaikan.



Ia seorang pebisnis sukses. Harta kekayaannya melimpah ruah. Semuanya ia dermakan untuk kepentingan Islam hingga saat mati mempunyai utang.

Kedermawanan, keberanian, dan pengorbanannya bersumber dari sikap tawakalnya yang sempurna kepada Allah. Karena dermawannya, sampai-sampai ia rela mendermakan nyawanya u. Islam.

Sebelum meninggal, ia berpesan kepada anaknya untuk melunasi utang-utangnya, “Jika kamu tidak mampu melunasinya, mintalah kepada pelindungku.”

Sang anak bertanya, “Siapa pelindung yang ayah maksud?”

Zubair menajwab, “Allah! Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”

Di kemudian hari, sang anak bercerita, “Demi Allah, setiap kali aku kesulitan membayar utangnya, aku berkata, ‘Wahai Pelindung Zubair, lunasilah utangnya.’ Maka Allah melunasi utangnya.”

Di perang Jamal, seperti yang tersebut dalam kisah Thalhah, perjalanan hidup Zubair berakhir.

Setelah ia mengetahui duduk permasalahannya, lalu meninggalkan peperangan, ia dikuntit oleh sejumlah orang yang menginginkan perang tetap berkecamuk. Ketika Zubair sedang melaksanakan shalat, mereka menikam Zubair.

Setelah itu, si pembunuh pergi menghadap Khalifah Ali, mengabarkan bahwa ia telah membunuh Zubair. Ia berharap kabar itu menyenangkan hati Ali karena yang ia tahu, Ali memusuhi Zubair.

Ketika Ali mengetahui ada pembunuh Zubair yang hendak menemuinya, ia langsung berseru, “Katakanlah kepada pembunuh Zubair putra Shafiah bahwa orang yang membunuh Zubair tempatnya di neraka.”

Ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali, ia menciumnya. Lalu ia menangis dan berkata, “Demi Allah, sekian lama pedang ini melindungi Nabi dari marabahaya.”

***

Adakah kata yang lebih indah dari kata-kata Khalifah Ali untuk melepas kepergian Zubair?

Salam sejahtera untukmu, wahai Zubair, di alam kematian.

Beribu salam sejahtera untukmu, wahai pembela Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam..

May 13, 2011

JALAN HIDUP

Ketika dunia terasa sempit dan sesak
Ada tempat yang lebih lapang dan sejuk

Ketika hidup terasa tak adil
Ada saat di mana satu orang pun tak bisa berbohong

Ketika hanya orang kuat yang berkuasa
Ada satu Dzat yang paling hebat dan tak terkalahkan

Ketika penyakit mendera badan tak henti
Ada waktu di mana kita tak merasakan apa –apa

Ketika orang yang tak bersalah dianiaya
Ada tawa riang yang akan menunggu

Ketika hidup terasa tak berguna
Ada masa di mana setiap detik kehidupan terasa begitu berarti

Ketika persoalan hidup begitu menghimpit
Ada seribu paket solusi yang selalu menanti

Ketika cinta selalu mengurai air mata
Ada satu cinta yang selalu setia

Ketika orang yang dipercaya meretak hati
Ada Kekasih setia yang selalu siaga

Ketika ruang terasa gelap gulita
Ada cahaya yang tak pernah redup


Namun…
Ketika nafas telah sapai di tenggorokan,
Mencekik leher dan menghimpit..
Takkan ada waktu menyesali hidup..
Takkan ada waktu bahkan satu detik pun untuk memperbaikinya..


“Dibalik kesulitan pasti ada kemudahan”
_Redaksi_