Pages

Jul 31, 2012

Ramadhan Ala ADK (Aktivis Dakwah Kampus)




Semua bergembira menyambut kedatangan bulan mulia. Tua- muda, miskin- kaya, berkeluarga- single, orang desa- orang kota, kulit hitam- kulit putih, dan semua dengan karakter yang berbeda yang dimiliki menghadirkan sejuta senyum untuk sebuah tamu agung. Berbagai persiapan dilakukan untuk mendapatkan semua bonus yang menggiurkan di event tahunan terbesar ini. Tak terkecuali ADK (Aktivis Dakwah Kampus). Bagaimana para ADK menyambut dan menjalani Ramadhan, secara mereka dikenal dengan seabrek kegiatannya?

Ramadhan tahun ini bersamaan dengan pendaftaran ulang mahasiswa baru dan segala tetek- bengek yang berkaiatan dengan mahasiswa baru, regular maupun ekstensi. Seperti tahun- tahun sebelumnya, ADK telah merancang berbagai program kegiatan khususnya kepada mahasiswa baru. Mulai dari pelayanan daftar ulang melalui proses yang tidak sebentar, sosialisasi KRS, hingga ke acara PAMB yang diusung oleh pemerintahan mahasiswa bekerjasama dengan UKM. Tidak hanya itu, mengingat penerimaan mahasiswa baru bersamaan dengan Ramadhan, maka momen ini tidak bisa dilewatkan begitu saja. Kajian Ramadhan dan temu ramah yang bersifat kekeluargaan tampaknya menjadi santapan segar bagi mahasiswa baru yang sebagian besar berasal dari luar daerah.

Tidak bisa dielakkan. Tersitanya waktu dan pikiran untuk mengurus kegiatan- kegiatan itu menjadi resiko  bagi seorang ADK. Ramadhan tidak lagi bersama dengan keluarga mengingat banyaknya agenda yang harus dipikirkan dan disyuro’kan bersama yang lain. Ramadhan yang mestinya adalah saat- saat memuncaknya semangat ibadah serta teralokasikan waktu untuk memperbanyak tilawah, hafalan, serta amalan sunnah lainnya, namun ADK punya tanggung- jawab lain. Hingga di sana sini terjadi ketimpangan. Target tilawah tak lagi tercapai, shalat sunnah tidak ada yang meningkat dari bulan biasa, shalat tarawih dengan setengah mata terpejam, bibir yang kering dari dzikir, serta keadaan memperihatinkan lainnya. 

Beginikah seorang ADK memperlakukan Ramadhan? Kita akhirnya tersadar. Bukan. Bukan begini. Lalu kita ingin salahkan agenda- agenda ini? Tidak. Tidak seharusnya begitu. Lalu, siapa yang bertanggungjawab atas ketidakmaksimalan ibadah ADK di bulan Ramadhan?

Hadirkan ADK Berdisiplin
ADK sudah tertarbiyah. Itu yang sama- sama telah kita pahami. Mengenai jangaka waktunya, tidak perlu kita permasalahkan. Siapa yang mentarbiyah (murabbi) dia, bukan menjadi urusan kita. Bagaimana keaktifan tarbiyah dia, ini juga tidak perlu kita bahas di sini.

Tidak berlebihan, ADK sepatutnya mampu memahami Ramadhan lebih dari mereka yang tidak tertarbiyah. Keseharian ADK yang bergumul dengan agenda seyogyanya menjadi nilai plus bagi mereka ketika dipertemukan dengan Ramadhan. Kondisi ADK yang telah dipaparkan diatas menjadi satu hal yang patut kita soroti bersama untuk menghadirkan ADK yang agenda dakwahnya berjalan lancar serta ruhiyahnya juga meningkat kualitasnya.

Jauh- jauh hari tarbiyah telah mengajarkan kita tentang disiplin. Bahkan dalam kehidupan sehari- hari, shalat yang kita dirikan sudah membantu kita untuk menjadi pribadi yang disiplin. Agenda dakwah terus beruntun seolah- olah enggan melihat kita nyantai barang sebentar. Semuanya ingin diperhatikan ketika orang yang diharapkan untuk memberikan perhatian ternyata tidak seberapa. Maka terjadilah atraksi sikut sana- sikut sini, pegang ini- pegang itu. Lantas atas kondisi ini, relakah jika ibadah kita yang terkorbankan? Tentu saja tidak.

Untuk itu, perlu ada perhatian khusus berkaitan dengan kondisi yang menimpa ADK ini. Persiapan individu adalah senjata yang paling ampuh. ADK hendaknya mampu menunjukkan efek dari kedisiplinan shalat wajibnya dalam menjalankan berbagai agenda dakwah. Perlu adanya manajeman yang baik untuk mengatur semua agenda yang tidak sedikit dengan berbagai targetan amalan di bulan Ramadhan. Keseriusan dari ADK untuk tidak menzhalimi siapapun dan apapun atas ketidakdisiplinannya. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri menghandle  semua itu adalah kekuatan terbesar. 


Ramadhan ala ADK bukan hanya hadirnya dalam setiap pelayanan mahasiswa baru, namun juga hinggapnya rasa cinta pada saudaranya seiman.
Ramadhan ala ADK bukan hanya diisi dengan syuro’ membahas program kerja, namun juga diiringi dengan peningkatan jumlah tilawah.
Malam Ramadhan ala ADK tidak hanya disibukkan dengan konsepan acara yang akan diadakan dalam openhouse,  namun juga kekhusyukan berkhalwat dengan Rabbnya.
Siang Ramadhan ala ADK bukan hanya membicarakan targetan rekrutmen periode ini, namun juga upaya penggalangan dana untuk saudaranya yang ditimpa musibah (Padang dan Rohingnya semoga dilindungi Allah).
Ramadhan ala ADK bebas dari menggunjing.
Ramadhan ala ADK saatnya menjalin ukhuwah yang indah.
Ramadhan ala ADK tularkan semangat ibadah pada saudaranya.
Ramadhan ala ADK, BEDA!
 Kepada pengurus UKMI Ar- Rahman UNIMED: “Selaraskan dakwah dan tilawah”!

*Mahasiswa B. Inggris UNIMED, Pengurus UKMI Ar- Rahman 


Jul 6, 2012

Lalu Aku, Siapa yang Perhatikan???


Oleh: Nurhasanah Sidabalok

Staff Dept. RPK UKMI Ar- Rahman UNIMED 2012/ 2013

Roda arus kepemimpinan terus berputar, berirama. Roda ini pula yang entah sengaja atau tidak mengantarkanku pada terminal sepi ini. Menanti. Aku dan beberapa penumpang lainnya celingak- celinguk, bus mana yang akan mengangkut kami? Siapa yang akan menyetir perjalanan kami? Kemana kami akan dibawa pergi? Dengan tertatih dan mencoba memberanikan diri, kami susuri jalan. Bus tumpangan tak kunjung datang. Takut- takut kami melangkah, takut salah. Hingga kami sampai ke satu tempat, masih linglung. Benarkah jalan yang kami ambil tadi? Inikah memang tempat tujuan kami? Tak satupun yang bisa menjawab,’ ya mungkin’, ‘eh tapi sepertinya bukan’. Tidak ada kepastian. Hingga kami putuskan untuk tetap berjalan, berharap ada cahaya di sana. Tak jarang kami terpeleset, terjerembab, dan sering pula kami terperangkap dalam satu jebakan yang indah luarnya. Tapi kami seolah tidak punya pilihan lain. Terus berjalan sambil menyemangati diri berucap lirih, Harapan Itu Masih Ada.

Sekelumit kisah tadi menggambarkan kondisiku hari ini. Aku serasa berada diantara orang yang linglung, kepayahan.
Ingin rasanya aku kembali ke masa lalu. Saat dimana aku mendapat perhatian penuh. Hingga tidak jarang aku yang sedikit nakal menghindar dari tatapan sayang, rangkulan manja. Kini aku tidak berani menanti. Bayangkan, menanti pun aku tak berani lagi. Menanti hal seperti itu bakal hadir kembali dalam perjalanan dakwah ini rasanya hanya satu kemustahilan. Aku berjalan bersama satu dua orang dengan amanah di pundak. Berat. Untuk sedikit tertawa saja rasanya tidak ada waktu yang tepat. Saat ingin bersenang- senang sebuah pesan singkat dan tidak jarang panggilan telepon mengusikku. Bolehkah aku istirahat sebentar?
 Aku harus memperhatikan adik- adik, membimbing, dan parahnya aku harus bisa menjadi teladan. Apa yang harus kuturunkan pada mereka, haaah?
Jika ditanya aku tidak jauh lebih pintar dari mereka. Aku pun merasa tidak dibelajarkan penuh dahulunya, dan sekarang ingin mengajarkan? Bagaimana? Haah, aku pun yakin adik- adik mengatahui kelemahan dan keterbatasanku ini. Bisa jadi bertanya padaku hanyalah ingin menjaga perasaanku sebagai senior untuk menanyakan sedikit pendapat, tidak lebih.

Aku menjalani profesiku ini dengan tertekan, ada yang peduli? Tugas kuliah sudah tidak terkondisikan, teman- teman sekelas mulai tidak paham dengan alur pikiranku yang bercabang- cabang, hak mata dan tubuh mulai tak terpenuhi, dan aku nyaris tidak mengenali diriku sendiri. Haruskah aku bertahan dengan topeng ini? Atas semua kejadian ini, ada yang bertanggung- jawab?
Yang lain butuh perhatianku, lalu aku? Siapa yang perhatikan?
Baik, salahkan aku yang tidak belajar maksimal kala itu, tapi hanya salahku? 

Dimana qiyadah- qiyadah yang memberiku amanah ini?  Ya, walau katanya amanah ini dari Allah namun kan mereka harus bertanggung- jawab. Aku tidak merasakan pembelajaran dari mereka. Mereka pikir aku paham menjalankan ini semua? Hei, aku tidak secerdas yang kalian bayangakan. Aku dengan senyum yang sering kuuntai hanya mencoba menghibur diri sendiri, tidak lebih. Beban ini berat, aku tidak sanggup. Dan aku pun tidak pernah digembleng tuk diarahkan menerima amanah ini. Lalu aku bergerak hari ini dengan bahan bakar yang pas- pasan, salah siapa?
Mereka katanya punya urusan yang lebih besar dari sekadar mengurusiku. Ya, kalian punya banyak amanah. Namun, beginikah seorang kakak/ abang memperlakukan adiknya?

Kalian tahu, aku seringkali takut melangkah. Masih sering aku bertanya, memang beginikah yang ada dalam sistem? Atau apakah aku sudah merusak sistem yang ada? Saat aku tanyakan pada kalian, yang kuterima hanya anggukan dan jawaban singkat. Tidak adakah segelas air yang bisa kalian bagi untukku yang haus? Haus sekali, dan lapar. Ataukah kalian juga belum paham sistem dalam dakwah ini?
Namun saat kutanyakan pada qiyadah yang lain, aku tidak diizinkan berbuat. Ada banyak sekali peraturan- peraturan yang diberikan hingga aku semakin enggan untuk melangkah, apalagi berlari. Hingga aku berjalan di tempat menunggu bola datang. Pasrah.

Dimana pula murabbiku? Mereka bilang murabbi adalah guru, sahabat, abang/ kakak, dan bisa jadi seperti orangtua. Aku tidak yakin bahwa kalian sudah merasakan hal itu. Bisa jadi itu hanya pemanis di bibir saja agar aku terus bertahan di sini. Mereka bilang murabbi tempat curhat, apa? Aku tidak punya kesempatan untuk sedikit bercerita. Semua kami seolah diburu padatnya agenda sebelum dan sesudah halaqah. Ya, aku dan teman- teman sering terlambat kuakui. Tapi setelah itu? Berjalan datar. Tidak ada yang special. Murabbi pun tampaknya sangat sibuk. Kembali, aku harus menelan ludah. Pahit. Kuurungkan niat untuk sedikit berbagi cerita, tentang ibu yang sakit. Tidak ada khobar. Seolah halaqah hanya agenda rutin yang tak bermakna. Aku harus mengalah, ya murabbiku sibuk menyelesaikan tugas akhirnya. SKRIPSI.

Dimana teman- teman yang dahulu berikrar setia dalam suka dan duka? Mereka sibuk dengan urusan masing- masing dan aku tertinggal jauh di belakang untuk urusan yang itu. Lagi- lagi, aku mengalah. Pertanyaan- pertanyaan kabar yang kuterima lewat HP seolah tidak punya ruh. Aku pun tidak berniat untuk membalas. Hingga taujih- taujih yang menghiasi inbox tak mampu mengusir kekesalanku. Aku ingin kalian ada di sampingku, hanya itu. Tidak pahamkah kalian perasaan ini? Aku ingin kita sama- sama membuat keputusan- keputusan ini. Tidakkah kalian tahu bagaimana keterbatasan pemikiranku? Aku tak secerdas kalian. Banyak keputusan yang salah yang kuperbuat. Inginkah kalian aku terjatuh ke jurang ini terus? Aku melihat kalian sangat kritis, lha aku? Tuk hal kecil saja aku butuh banyak jam untuk memberi satu tanggapan.
Lalu, siapa yang perhatikan aku?


Sejenak aku terdiam. Menangis. Aku bahkan lupa kapan terakhir tilawah 1 juz ku perhari dan kapan terakhir kali aku jalan berdua bersama ayah.

Akhi wa ukhti fillah, kondisi ini bisa jadi akan kita rasakan juga. Saat ia mulai mendekat, yuk sama- sama periksa kondisi ibadah kita. Dari apa yang dipaparkan di atas, ternyata di ending kisahnya, sang ‘ aku’ sadar bahwa dia sudah jauh dari kebiasaan- kebiasaan baiknya. Amalan yang semakin berkurang dan silaturahmi yang tidak lagi kencang. Allah lah tempat kita mencurahkan segala isi hati. Get closer to Allah, yuk mari!

Spesial, kepada adik- adik pengurus UKMI Ar- Rahman Periode 2012- 2013.....
Beezzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Yuk, berbuat lebih tanpa menuntut lebih. 
You, CAN!


Jul 2, 2012

Hukum Puasa Nisfu Sya'ban (Pertengahan Sya'ban)


Tidak terasa, kita sudah memasuki bulan Sya'ban dan sebentar lagi bulan yang dinanti- nanti akan segera tiba. Semoga kita diberi kesempatan untuk berbenah diri di bulan penuh ampunan, Ramadhan. Nah, bicara tentang Sya'ban rasa- rasanya ada beberapa hal yang perlu kita soroti. Ya, inbox pun dihiasi dengan ajakan meningkatkan ibadah. Seneng dong. Namun hati- hati, perlu kita selidiki juga. Benarkah yang ia dianjurkan oleh Rasulullah, seperti puasa nisfu Sya'ban? Huaaaa...Berikut kita bagikan sekelumit terkait puasa pertengahan bulan Sya'ban.

Allah yang telah menciptakan kita telah menganugerahkan banyak nikmat kepada kita, mulai dari tangan, yang dengannya kita dapat berbuat, kaki yang yang dengannya kita dapat berjalan, air yang dengannya kita dapat minum ditambah nikmat-nikmat lainnya yang dengan itu semua lengkap sudah kenikmatan-Nya . Allah juga membolehkan kita menikmati itu semua sesuai kenginan kita, yang tentunya harus sesuai ketentuannya atau menjauhi apa yang dilarang-Nya dengan artian kita boleh melakukan apapun dengan nikmat-nikmat tersebut tetapi tetap menjauhi apa yang sudah dilarang-Nya, Maka dari itu  para ulama mengambil kesimpulan dengan membuat kaidah : asal dari segala sesuatu adalah dibolehkan kecuali apa-apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya.

Lain halnya dengan ibadah mahdhah ataupun yang kita kenal dengan ritual-ritual ibadah yang sudah menjadi kewajiban kita untuk dilakukan. Semua harus dilakukan sesuai apa yang dilakukan atau dicontohkan oleh Rasulullah, karena tidaklah Allah megutus Rasul-Nya kecuali agar kita mencontoh kepadanya, dan barang siapa yang taat kepada Rasulullah maka sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, sehingga barang siapa yang tidak taat kepada Rasulullah berarti ia tidak taat kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: “Siapa yang taat kepada Rasul(muhammad) maka sesungguhnya ia telah taat kepada Allah, dan barang siapa yang berpaling dari ketaatan pedanya, maka seungguhnya  kami tidak mengutus mu (Muhammad) untuk memeliara mereka” (An-nisa : 80). DR Sulaiman Al-Asyqar mengomentari ayat tersebut dengan berkata: “Ayat tersebut memberi penjelasan bahwa sesungguhnya ketaatan kepada rasul adalah ketaaran kepada Allah karena Rasul tidak menyruh kepada kita kecuali apa yang Allah perintahkan dan tidak melarang kecuali apa yang Allah larang”.

Maka dari itu, semua ibadah yang dilakukan sudah semestinya bercontoh kepada Rasulullah yang sudah tentu didahulukan dengan niat yang ikhlas, karena itulah syarat diterimanya ibadah kita, jika ikhlas tidak ada dalam ibadah kita, maka hanya kelelahan yang akan kita dapatkan, sesuai sabda Rasulullah: sesungguhnya segala amal itu sesuai dengan niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap masing-masing adalah apa yang diniatkannya, maka baraang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada karena keduniaan atau karena wanita yang akan dinikahinya maka sesungguhnya hijrahnya kepada apa yang dia niatkan.. (Muttafaq ‘alaih, dari hadits Umar bin Khattab). Begitu juga dengan ibadah yang kita lakukan tidak sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah, maka hanya kelelahanlah yang kita dapatkan, Rasulullah bersabda: “barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada asalnya dari ku, maka ia akan tertolak” (HR Muslim). Kedua syarat diatas pun (ikhlas dan mencontoh kepada Rasulullah) ditegaskan di dalam al-Quran, Allah berfirman: “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan tuhannya, maka hendaklah dia  mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (Al Kahfi: 110). Ayat ini dengan jelas menjelaskan bahwa ibadah yang kita lakukan akan diterima jika memenuhi dua syarat, pertama: “mengerjakan kebajikan” dengan artian mengikut apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Kedua: “tidak mempersekutukan Allah dalam beribadah” dengan artian menjauhi riya. Allah pun menjelaskan akan bahayanya jika kita beribadah tidak sesuai dengan tuntunan yang telah Rasul-Nya ajarkan. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya inilah jalan Ku yang lurus maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepada-Mu agar kamu bertaqwa” (Al-An’am 153). Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan akan pentingnya beribadah ikhlas dan mencontoh kepada Rasulullah dalam beribadah.

Maka dari ini semua, para ulama mengambil kesimpulan dengak kaidah yang terkenal: “asal dari ibadah adalah diharamkan kecuali apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.
Yang menjadi perhatian dalam tulisan ini adalah masalah yang kedua, yaitu mencontoh kepada Rasulullah, karena sebagaimana yang sudah dijelaskan, jangan sampai kita berlelah-lelah beribadah tetapi akhirnya kita hanya mendapatkan kelelahan tersebut karena kita tidak mencontoh kepada Rasulullah.

Saat ini kita sudah memasuki bulan sya’ban yang mana bulan ini adalah bulan yang paling mendekati bulan suci Ramadhan yang mulia, sehingga tidak heran jika pada bulan  ini banyak umat islam yang memaksimalkan ibadah, karena disamping sebagai latihan menghadapi bulan ramadhan, juga hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah, kerena pada bulan ini Rasulullah memperbanyak ibadahnya.

Ada sebagian dari kita pada bulan ini melaksanakan ibadah puasa nishfu sya’ban dengan niat  mendekatkan diri kepada Allah juga melatih diri untuk menghadapi Ramadhan, bahkan ada sebagian dari kita yang khawatir ataupun menyesal jika tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut sehingga tidak heran,  tidak sedikit masjid-masjid disekitar kita melalui mikrofonnya mengingatkan kita agar tidak lupa menjalankan puasa nishfu sya’ban tersebut. Tapi bagaimana dengan hukum puasa tersebut, apakah puasa tersebut merupakan sunnah mu’akkad sehingga banyak umat islam yang khawatir jika terlewatkan, ataukan hanya sunnah, ataukan mungkin makruh atau haram karena ada beberapa hadits nabi yang melarang umat islam melakukannya?. Maka disini kita akan membahas beberapa hadits yang berkaitan dengan ibadah di bulan sya’ban..

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “jika telah memasuki pertengahan bulan Sya’ban maka jangankah kalian berpuasa”  (HR Nasa’I, tirmidzi, abu daud, ibnu majah, Ahmad) dishahihkan juga oleh ibnu hibban dan yang lainnya. Imam Ahmad mempermasalhkan keshahihan hadits ini karena ada Al-‘alaa ibn abdirrahman. Akan tetapi Al ‘ala ibn abdirrahman adalah dari rijal muslim. Menurut ibnu hajar dalam kitabnya taqriibu tahdzib beliau adalah shaduq mungkin hanya tuduhan saja.

Tidak diragukan lagi hadits ini menunjunjukan pelarangan berpuasa pada pertengahan bulan sya’ban, akan tetapi hadits ini dikecualikan dengan hadits “jika pada pertengahan tersebut bertepatan dengan shaum sunnah (seperti senin dan kamis)” . maka jika pada pertengahan bulan sya’ban  bertepatan dengan h ari-hari yang disunnahkan berpuasa (seperti kamis atau jumat), berpuasa pada hari itu boleh hukumnya. Dapat disimpulkan disini, yang dimaksud pelarangan puasa pada pertengahan bulan sya’ban adalah mengkhususan pertengahan bulan tersebut untuk berpuasa dengan niat puasa nisfu sya’ban. Jika ingin berpuasa pada pertengahan sya’ban maka hendaknya berpuasa tiga hari yaitu tiga belas, empat belas dan lima belas, karena puasa tiga hari pada pertengahan bulan memang disunnahkan pada semua bulan, sebagai mana hadits dari Abi Dzar al Gifari: “Kami diperintahkan oleh Rasulullah agar berpuasa tiga hari pada setiap bulannya, yaitu tiga belas, empat belas dan lima belas” (HR Nasa’I, Tirmidz dan dishahihkan oleh ibnu hibban). Banyak perbedaan pendapat mengenai hadits yang melarang puasa nisfu sya’ban, tapi pendapat yang mengatakan haram lebih kuat, maka tidak heran jika mayoritas masyarakat yang mengaku dirinya bermadzhab syafi’I mengharamkannya.

Lalu apa yang disunnahkan pada bulan Sya’ban?. Dari aisyah radiyallahu ‘anha berkata: tidaklah aku melihat Rasulullah berpuasa lengkap satu bulan melainkan hanya bulan Ramadhan, dan  tidaklah aku melihatnya banyak berpuasa melainkan pada bulan sya’ban. (HR Muttafaq ‘alaihi). Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah tidak pernah berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan beliau memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Kenapa Rasulullah memperbanyak puasa pada bulan sya’ban?, yaitu karena pada bulan tersebut banyak manusia yang lalai, sebagaimana yang beliau katakan ketika ditanya tentang puasa tersebut, dari hadits usamah bin zaid, “aku berkata,wahai Rasulullah aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan biasa seperti halnya engkau berpuasa pada bulan sya’ban. Rasulullah menjawab: pada bulan ini banyak manusia yang lalai (yaitu antarea rajab dan ramadha). Pada bulan itu segala amalan diangkat kepada Rabbul ‘alamin, dan aku menginginkan ketika amalanku diangkat aku dalam keadaan berpuasa (Shahih, dalam shahihah syeikh nasiruddin al albany). Lalu adakah dalil yang mensunahkan puasa nisfu sya’ban setelah jelas akan dalil yang megharamkannya??? Allahu a’lam bisshawab…..

Copied from:
http://shohib85.multiply.com/journal/item/8/Hukum_puasa_Nisfu_syaban?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Hei, hati- hati sobat UKMI! Mari kita kerjakan ibadah seperti yang diajarkan Rasulullah!
(intinya dapat kaaan ???)